Oleh:
H.Fahrurrozi Dahlan, QH
MAKNA SYAFA'AH
Dalam
Bahasa Arab,شفع berarti menggabungkan
sesuatu dengan sesuatu lain yang sejenisnya agar menjadi sepasang. Syafaat,
yang diambil dari kata syafa‘a ini, dalam istilah berarti memohonkan
ampunan untuk dosa yang telah diperbuat. Syafaat juga berarti permohonan ampun
oleh seseorang yang memiliki hak syafaat untuk orang yang berhak
mendapatkannya. Jadi, syafaat Nabi SAWW atau manusia-manusia suci lainnya untuk
sekelompok umat berarti doa, permohonan ampun, atau juga permintaan atas sebuah
hajat ke hadirat Allah SWT untuk umat yang menerima syafaat. Ringkasnya, makna
syafaat tidak jauh berbeda dari doa.
Hampir seluruh ulama Islam bersepakat bahwa
syafaat memang ada di hari kiamat dan akan diberikan kepada kaum mukminin.
Hanya saja, sebagian dari mereka berselisih pendapat mengenai seberapa luas
makna syafaat ini. Mayoritas ulama dari berbagai mazhab dan aliran dalam Islam
berpendapat bahwa syafaat akan berguna untuk menghindarkan seseorang dari
bahaya dan siksa neraka.
Pertama: Pendapat Ulama Mengenai Makna Syafaat
1. Syeikh Mufid, Muhammad bin Nu’man Al-‘Akbari
(wafat tahun 413 H) berkata,
“Syi’ah Imamiyyah bersepakat bahwa Rasulullah
kelak di hari kiamat akan memberikan syafaatnya kepada sekelompok orang dari
umatnya yang berlumuran dengan dosa besar. Selain itu, mereka juga berpendapat
bahwa Amirul Mukminin Ali a.s. akan memberikan syafaatnya kepada para pecinta
dan pengikutnya yang memikul dosa, demikian juga para Imam Ma’sum lainnya dari
Ahlul bait a.s. Berkat syafaat manusia-manusia suci ini, Allah SWT
menyelamatkan banyak orang yang semestinya masuk ke neraka karena dosa yang
mereka perbuat.”
Di bagian lain beliau mengatakan, “Seorang
mukmin yang saleh dapat memberikan syafaat untuk sabahat mukminnya yang
berdosa. Allah akan menerima syafaat yang ia berikan itu. Demikianlah keyakinan
seluruh kaum Syi’ah Imamiyyah kecuali beberapa gelintir orang.”
2. Syeikh Muhammad bin Al-Hasan Al-Thusi (wafat tahun
460 H) dalam kitab tafsir Al-Tibyan mengatakan,
“Hakikat
syafaat menurut kami adalah menghindar-kan bahaya bukan mendatangkan
keuntungan. Di hari kiamat nanti, kaum mukminin akan mendapatkan syafaat dari
Rasulullah SAWW. Dengan diterimanya syafaat tersebut oleh Allah, banyak sekali
orang yang semestinya masuk ke neraka akan selamat dari siksa, seperti yang
telah disabdakan oleh Nabi SAWW,
إدّخرت شفاعتي لأهل الكبائر من أمتي
Artinya:
Aku menyimpan syafaatku untuk kuberikan nanti kepada umatku yang berdosa.
Kami
meyakini bahwa syafaat adalah hak yang dimiliki oleh Nabi SAWW, sebagian
sahabat beliau, seluruh Imam Ma’sum, dan banyak hamba Allah yang saleh…”
3. Allamah Muhaqqiq Fadhl bin Al-Hasan Al-Thabarsi
(wafat tahun 548 H) berkata,
“…Menurut
kami kewenangan memberi syafaat adalah hak yang dimiliki oleh Nabi SAWW, para
sahabatnya yang setia, Imam-Imam ma’sum Ahlul bait a.s., dan kaum mukminin yang
saleh. Dengan syafaat mereka ini, Allah akan menyelamatkan banyak sekali orang
yang seharusnya masuk ke dalam neraka karena dosa mereka…”
4. Allamah Syeikh Muhammad Baqir Al-Majlisi (wafat
tahun 1110 H) mengatakan,
“Ketahuilah,
bahwa syafaat adalah satu hal yang telah disepakati oleh kaum muslimin sebagai
masalah yang prinsipil dalam agama Islam. Mereka bersepakat bahwa Rasulullah
SAWW di hari kiamat nanti akan memberikan syafaat kepada umatnya, bahkan
umat-umat yang lain. Sedangkan hal yang menjadi ajang perselisihan pendapat
adalah mengenai makna syafaat ini dan hasil yang didapatkan darinya, apakah
syafaat berarti bertambahnya pahala seseorang ataukah hanya berarti penghapusan
dosa?
Kaum
Syi’ah Imamiyyah berpendapat bahwa syafaat berarti penghapusan dosa meskipun
dosa itu tergolong sebagai dosa besar. Mereka juga meyakini bahwa hak memberi
syafaat ini tidak hanya dimiliki oleh Nabi SAWW dan para Imam a.s. saja, tapi
orang-orang saleh juga bisa memberi syafaat kepada orang lain dengan izin Allah
SWT…”
Apa
yang telah kami sebutkan di atas adalah pernyataan beberapa ulama terkenal dari
kalangan Syi’ah Imamiyyah mengenai syafaat. Berikut ini kami nukilkan
pernyataan dari beberapa ulama besar mazhab-mazhab Islam lainnya.
1.
Abu
Mansur Al-Maturidi Al-Samarqandi (wafat tahun 333 H) saat menafsirkan ayat ولا يقبل منها شفاعة “Syafaat mereka tidak akan diterima” dan ayat ولا يشفعون إلاّ لمن ارتضى “Mereka tidak akan bisa
memberikan syafaat kecuali kepada orang yang telah diridhai mengatakan,“Ayat pertama meskipun menafikan
syafaat, akan tetapi kita meyakini adanya syafaat yang diterima dalam Islam
yaitu syafaat yang dimaksudkan oleh ayat ini.” (Yang beliau maksudkan dengan ayat ini adalah
ayat ke-28 dari surat Al-Anbiya’.)
2.
Abu
Hafsh Al-Nasafi (wafat tahun 538 H) dalam kitabnya yang dikenal dengan
Al-‘Aqaid Al-Nasafiyyah mengatakan,“Syafaat adalah fakta yang tidak dapat
diragukan lagi dan merupakan hak yang dimiliki oleh para rasul dan orang-orang
saleh sesuai dengan apa yang disebutkan dalam banyak hadis.
3.
Nashiruddin
Ahmad bin Muhammad bin Al-Munir Al-Iskandari Al-Maliki dalam kitab Al-Intishaf
menulis,“Mereka yang mengingkari syafaat sangat layak untuk tidak
menerimanya di hari kiamat nanti. Sedangkan yang percaya dan meyakininya, yaitu
kelompok Ahlus-Sunnah wal Jama’ah, mereka adalah orang-orang yang selalu
berharap akan rahmat Allah. Mereka percaya bahwa syafaat bisa diberikan kepada
orang-orang mukmin yang telah melakukan dosa, dan syafaat ini adalah hak Nabi
Muhammad SAWW yang disimpan untuk mereka.
4.
Qadhi
‘Iyadh bin Musa (wafat tahun 544 H) mengatakan,“Ahlus-Sunnah berpendapat
bahwa masalah syafaat secara akal bisa diterima dan kebenarannya didukung oleh
banyak ayat dan riwayat. Banyak sekali hadis, yang jumlahnya telah sampai ke
batas hadis mutawatir, menyebutkan bahwa syafaat bakal diterima oleh kaum mukminin
yang berlumuran dosa. Salaf Shalih (mereka yang hidup di awal Islam) dan
ulama-ulama Ahlus Sunnah setelah mereka bersepakat akan kebenaran hal ini
·
TERMENOLOGI SYAFAAH DI
KALANGAN NW
Syafa'ah adalah usaha perantaraan dalam memberikan
sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang
lain. Syafa'ah yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'ah
orang-orang kafir.
Syafa'ah
disebutkan pertama kali dalam Al-Qur'an adalah pada QS.AL-Baqarah ayat 48.
Dalam ayat tersebut terdapat perintah Allah kepada Bani Israil untuk bertaqwa
dengan alasan di akhirat nanti tidak akan ada syafa'at (pertolongan) dari
siapapun kecuali amal manusia masing-masing. Syafa'ah hakikatnya adalah doa,
atau memerantarai orang lain untuk mendapatkan kebaikan dan menolak keburukan.
Atau dengan kata lain syafa'ah adalah memintakan kepada Allah di akhirat untuk
kepentingan orang lain. Dengan demikian meminta syafa'ah berarti meminta doa,
sehingga permasalahan syafa'ah ialah sama dengan doa.
Syafa'ah
ada bermacam macam, diantaranya ada yang khusus dilakukan oleh Nabi Muhammad,
yaitu syafa'ah bagi manusia ketika di padang Mahsyar dengan memohon kepada
Allah agar segera memberikan keputusan hukum bagi mereka, syafa'ah bagi calon
penduduk surga untuk bisa masuk surga, syafa'ah bagi pamannya yaitu Abu Thalib
untuk mendapat keringanan adzab.
Ada
pula syafa'ah yang dilakukan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam maupun para
pemberi syafa'ah lainnya, yaitu: Syafa'ah bagi penduduk surga untuk mendapatkan
tingkatan surga yang lebih tinggi dari sebelumnya, syafa'ah bagi mereka yang
seimbang antara amal sholihnya dengan amal buruknya untuk masuk surga, syafa'ah
bagi mereka yang amal buruknya lebih berat dibanding amal sholihnya untuk masuk
surga, syafa'ah bagi pelaku dosa besar yang telah masuk neraka untuk berpindah
ke surga, syafa'ah untuk masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.
Dalam
keyakinan Ahlus sunah wal jama'ah, tersebut suatu kisah di akhirat nanti umat
manusia akan meminta syafa'ah kepada para nabi. Akan tetapi dari Nabi Adam
sampai Isa Alaihissalam tidak ada yang bersedia memberikan syafa'ah. Para nabi
tersebut merekomendasikan kepada umat manusia untuk meminta syafaat kepada Nabi
Muhammad, sebab hanya beliau yang diberi izin untuk memberikan syafaat. Maka
kita sebagai umat Islam untuk meminta syafa'ah kepada Nabi Muhammad Saw.
Sedangkan yang akan mendapatkan syafaat adalah orang-orang tauhid. Ketika
Rasulullah ditanya, siapakah yang akan mendapatkan syafaatmu? Beliau
menjawab : yang akan mendapatkan syafaatku adalah orang yang mengucapkan
La Ilaha Illalah. Syafaat tidak hanya di akhirat saja, akan tetapi juga di
dunia sebab pertolongan tidak hanya di akhirat.
·
URGENSI SYAFA'AH TERHADAP
MASYARAKAT NW
·
KONSTRUK SOSIAL TERHADAP
KEGIATAN SYAFA'AH WARGA NW
TRADISI SYAFA'AH AL-KUBRO
Banyak istilah yang
dikembangkan oleh organisasi lain seperti, Istighosah, Ratiban, Zikiran, dan
lain-lain. Tradisi ini sebetulnya telah dikembangkan oleh ulama'-ulama
terdahulu, tapi yang berbeda mungkin masalah istilah yang dipergunakan. Kalangan masyarakat pesantren
NW istilah zikir yang dilakukan secara berjama'ah di saat pengajian, atau
hajatan keluarga yang telah meninggal dunia, diistilahkan dengan syafa'ah dan istilah ini menurut hemat penulis, menjadi
term sosial yang berkembang di NTB karena dikembangkan oleh NW. dengan
demikian pengembangan sosial keagamaan dalam aspek-aspek tertentu sangat
didonisasi oleh organisasi NW.
Secara etimologi maupun
terminology kata syafa'ah bermakna memberikan pertolongan dengan membacakan
do'a-do'a yang diniatkan kepada apa yang dihajatkan oleh sohib al-hâjah
(yang mengundang untuk melakukan kegiatan hajatan). Tradisi syafa'ah ini
terus-menerus dikembangkan oleh warga NW guna disamping menganjurkan jama'ahnya
untuk banyak berzikir secara berjama'ah di samping sebagai ajang silaturrahmi
antar sesama muslim atau dalam sekala besar tradisi syafa'ah dijadikan sebagai
sarana untuk beramal jari'ah bagi kalangan masyarakat NW, khususnya masyarakat
pesantrennya.
Adapun prinsip dasar
pelaksanaan syafa'ah atau zikir secara berjama'ah dalam konsep Islam tidak
perlu diperdebatkan kembali cara dan istilah yang digunakan, sebab
masing-masing ulama, khususnya kalangan ulama ahlussunnah wal jama'ah secara
ijma' mengatakan bahwa zikir berjama'ah itu termasuk sunnat yang diwariskan
oleh Nabi Muhammad SAW. Hanya sanya yang
masih diperdebatkan mengenai tatacara zikir itu sendiri. Kalangan masyarakat
pesantren NW, tradisi syafa'ah dilakukan secara berjama'ah dan suara jahar
(nyaring).
Wallahu a'lam bi al-shawab.
0 komentar:
Post a Comment