Oleh: Fahrurrozi *
ABSTRAK
al-Ismu Yadullu alâ al-Musammâ, nama menunjukkan identitas dirinya,
ungkapan tersebut layak untuk memotret kiprah organisasi Nahdltul Wathan yang
secara filosofis dari penamaannya menunjukkan identitas dirinya sebagai
organisasi yang semakna dengan; pergerakan kebangsaan, pembangunan tanah air,
pembelaan terhadap nasionalisme, pergumulan sosial, perkumpulan primordialisme,
dan banyak arti lain yang bisa diinterpretasikan untuk sebuah mana dari NAHDLATUL
WATHAN. Pendiri organisasi ini memiliki semangat yang tinggi dan
semangat nasionalisme yang kuat untuk terus membangun negara dan bangsanya
dengan tidak melabelkan nama Islam dalam organisasi yang didirikannya. Padahal
Guru Besar beliau Maulana Syaikh Muhammad Hasan al-Masyyath memberikan nama
organisasi yang diusulkan oleh muridnya ini dengan dua pilihan nama, Nahdlat
al-Din al-Islam li al-Wathan atau Nahdlat al-Islam li al-Wathan.
Kecerdasan dan kebesaran jiwa bagi sosok TGH.M.Zainuddin memutuskan nama
organisasi yang dibangunnya menjadi Nahdltul Wathan sebagai representasi
keimanan untuk bergerak dalam wilyah yang sangat universal, bukan saja aspek
Agama tapi lebih dari itu negara dan semangat kebangsaan.
Organisasi yang didirikannya telah menempuh waktu
yang panjang 75 tahun, sehingga Nahdlatul Wathan sebagai organisasi keagamaan
yang tersebar di NTB ini, telah mampu merubah tatanan keagamaan masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat NTB. Nahdlatul Wathan telah mengalami sejarah
panjang dan telah melewati 3 zaman (zaman penjajahan, orde lama, orde baru dan
era reformasi). Membuktikan bahwa NW adalah organisasi yang memiliki semangat
yang luar biasa untuk terus berjuang di tengah zaman dan masyarakat yang
berubah-ubah.
Key words : Nahdlatul Wathan, Pembangunan,
Sosial-keagamaan, Gerakan,
Pengembangan, Kontribusi, Peran,
Eksistensi.
PROLOG
Ralp Dahrendorf mengatakan,
bahwa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang terus menerus di
antara unsur-unsurnya.[1] Teori ini nampaknya tepat untuk digunakan dalam
memahami perkembangan organisasi di Nusa Tenggara Barat, dimana setting sosial
masyarakat Nusa Tenggara Barat secara kultural dan agama sangat pluralistik dan
kompleks, sehingga sangat perlu disosialisasikan arti keragaman dalam
keberagamaan. Artinya bahwa masyarakat yang berada dalam komunitas etnis,
kultur, dan agama bahkan organisasi masyarakat (ormas)[2] yang berbeda, semestinya ada upaya untuk
memberikan pemahaman dan penyadaran akan makna sebuah kehidupan yang beragam.
Upaya ini menjadi penting sebagai modal untuk menciptakan keharmonisan dalam
semua aspek kehidupan majemuk.
Ada dua bentuk pengkajian yang
dilakukan oleh para penyelidik kesejarahan Islam Indonesia yang dapat dilihat.
Pertama, menampilkan bentuk kajian menyeluruh dengan melihat semua organisasi
yang ada sebagai suatu kesatuan. Masing-masing organisasi tidak dilihat secara
tersendiri, melainkan diamati dalam kegiatan dan keterkaitannya dengan organisasi
lain, lalu dihubungkan dengan keterlibatan mereka dalam pergerakan keagamaan di
Indonesia. Kedua, menampilkan secara terpisah. Peran dan perkembangan
masing-masing organisasi dari segi satu persatu dan mendalam, sehingga sosok
masing-masingnya nampak lebih utuh. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa
kegiatan dalam bentuk kedua semakin banyak dilakukan, tidak hanya untuk
kalangan modernis, tetapi juga telah menjamah organisasi-organisasi kelompok
tradisionalis seperti Nahdlatul Ulama dan Nahdlatul Wathan di NTB dan
sebagainya.
Dalam makalah sederhana ini,
penulis berusaha mengeksplorasi sisi-sisi pembangunan sosial keagamaan yang
telah dilaksanakan oleh NW sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan Islam yang
bergerak dalam tiga ranah penting: pendidikan, sosial dan dakwah islamiyah.
A.
FILOSOFIS NAHDLTUL WATHAN DALAM PERSPEKTIF
Catatan
MaulanaSyaikh Muhammad Hasan al-Massyath tentang penamaan organisasi yang
diusulkan oleh TGH.Muhammad Zainuddin AM dengan nama, Nahdlat al-Din
al-Islam li al-Wathan atau Nahdlat al-Islam li al-Wathan.dapat
dijadikan pijakan bahwa relasi antara agama dan negara dalam konteks ini
bersifat integral dan simbiosis mutualisme. Artinya, negara sebagai sebuah
institusi memerlukan agama sebagai basis moral untuk menegakkan berdirinya
suatu institusi negara. Sementara agama tidak akan berfungsi maksimal tanpa ada
dukungan dari negara. Jadi
agama mengisi preferensi nilai-nilai normatif dari sebuah negara.
Organsasi
Nahdlatul Wathan secara embrional berasal dari Madrasah Nahdlatul Wathan
Diniyyah Islamiyyah (NWDI) dan Madrasah Nadlatul Banat Diniyyah Islamiyyah
(NBDI) didirikan dalam suasana dan kondisi sosio-historis yang heroik, baik
dalam konteks penegakan agama Islam maupun kebangsaan. Kelahiran organisasi
tersebut sekaligus memberi respon terhadap konteks sosio-historis masyarakat
pada masa itu. Heroisme dalam aspek penegakan agama Islam tercermin dari upaya
yang secara simultan diikuti dengan keyakinan dan keikhlasan untuk memperbaiki
pemahaman dan cara keberagamaan. Tujuannya jelas, yakni agar nilai-nilai,
praktek, dan budaya Islam dapat dihayati dan diamalkan dalam seluruh aspek
kehidupan masyarakat. Sedangkan heroisme dalam aspek kebangsaan terrefleksikan
dari upaya pembebasan masyarakat dari kebodohan dan ketertindasan melalui
pendidikan sebagai bekal untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
Atas
dasar inilah, maka orientasi Nahdlatul Wathan
bertumpu pada upaya-upaya untuk memadukan dan mensinergikan antaraagama
dan negara. Menurut TGH. Muhammad Zainuddin AM, penyebutan istilah Nahdltul
Wathan mengandung dua makna filosofis sekaligus, yakni membangun negara dan
agama. Artinya bahwa agama dan negara diposisikan sama dalam satu tarikan
nafas, yakni membangun agama berarti membangun negara, begitu juga sebaliknya.
Namun
untuk dapat mencapai makna filosofis ini, paling tidak terdapat lima kesadaran
yang direfleksikan dari kata Nahdlatul Wathan, yaitu, 1) Wa’yu al-Din
yaitu kesadaran beragama, 2).Wa’yu al-Ilmi, yaitu kesadaran akan
pentingnya ilmu pengetahuan, 3) Wa’yu al-Nidham, yaitu, kesadaran
berorganisasi, 4),Wa’yu al-Ijtima’, yaitu, kesadaran sosial
kemasyarakatan, dan 5),Wa’yu al-Wathan, yaitu kesadaran berbangsa
dan bernegara.[3]
B. SEKILAS SEJARAH PENAMAAN ORGANISASI
NAHDLATUL WATHAN
Kajian tentang Islam di
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kajian terhadap peran dan perkembangan
organisasi-organisasi keislaman yang ada di Indonesia itu sendiri, terutama
pada abad ke-20.[4] Kajian semacam ini merupakan studi yang amat
diperlukan, bila kita memang bermaksud untuk menampilkan sosok Islam dalam
wajah yang lebih komprehensif. Hal semacam ini dipahami mengingat pada abad dua
puluhlah ummat Islam di kawasan Indonesia mulai bergerak dalam skala nasional
dan berkelompok dalam berbagai organisasi modern keagamaan.[5]
Dapat dilihat dalam aspek
kesejarahan antara organisasi NW dan NU ada kesamaan prinsip sejak para tokoh
pendiri organisasi Islam dibentuk, hal dapat
dipastikan bahwa Nahdhatul Ulama lahir dengan melalui proses yang
panjang. Secara organisatoris hal ini dimulai ketika para tokoh Islam
pesantren, Wahab Hasbullah dan Mas Mansoer mendirikan madrasah yang bernama
Nahdlatul Wathan pada 1916 di Surabaya. Staf pengajar Nahdlatul Wathan
didominasi oleh ulama pesantren, seperti Bisri Syansyuri (1886-1980), Abdul
Hakim Leimunding dan Abdullah Ubaid (1899-1938). Pada 1918, Wahab Hasbullah dan
KH.Ahmad Dahlan dari Kebondalem mendirikan Tashwirul Afkar, yaitu sebuah forum
diskusi ilmiyah keagamaan yang mempertemukan kelompok pesantren dan modernis.
Pada tahun yang sama, Abdul Wahab Chasbullah dan KH Hasyim Asy'ari mendirikan
sebuah koperasi dagang yang bernama Nahdlatul Tujjar. Hanya saja memasuki tahun
1920-an, kebersamaan dan upaya saling pengertian antara kelompok Islam
pesantren dan modernis berubah menjadi persaingan yang mengelompok.[6]
Aspek penamaan organisasi yang
muncul di NTB secara historis terdapat kesamaan nama dengan organisasi yang
didirikan oleh para pendiri organisasi NU, klaimisasi ini dalam pengamatan
penulis perlu penelusuran lebih lanjut antara NU dan NW dalam segala aspek,
sehingga dengan demikian dapat diperoleh keabsahan data tentang hubungan atau
integrasi organisasi NU sebagai organisasi terbesar di Indonesia yang secara
nasional telah membentuk kepengurusan di seluruh Indonesia dengan organisasi NW
yang berpusat di NTB yang secara kultural berdiri berdasarkan tuntunan zaman di
mana pendirinya berada.
Disadari betapa
persoalan-persoalan organisasi makin hari cenderung makin ruwet, khususnya
persoalan manusianya itu sendiri yang acapkali berlanjut menjadi tantangan
pokok yang harus dihadapi oleh setiap prangkat menejemen. Seyogyanya
individu-individu yang berlaku dalam organisasi dengan berbagai motif dan
keinginan-keinginan yang hendak dicapainya harus dipahami secara luas dan
mendalam.[7]
Perlu disadari pula bahwa
kehidupan berorganisasi atau berkelompok adalah merupakan sebuah naluri manusia
sejak dilahirkan. Naluri ini yang mendorong untuk selalu menyatukan hidupnya
dengan orang lain dalam organisasi atau kelompok. Naluri berkelompok dan
berorganisasi itu juga yang mendorong manusia untuk menyatukan dirinya dengan
kelompok yang lebih besar dalam kehidupan yang lain di sekelilingnya bahkan
mendorong manusia menyatu dengan alam fisiknya.
Setiap organisasi apalagi
organisasi yang mengklaim diri organisasi Islam, yang merupakan struktur sosial
yang ada di masyarakat modern ini, menyingkapkan lebih jauh bahwa orang yang
menjadi anggota setiap organisasi menunjukkan kesimbangan yang tepat untuk
dibina agar intensitas tabiat, tingkah laku, dan kepribadiannya merupakan
prilaku organisasi.[8]
Keberadaan suatu kelompok atau
organisasi dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan
dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi hubungan sosial,
pendidikan, persuasi, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan, serta fungsi
terapi.[9]
Upaya
penciptaan kedamaian salah satu diantaranya adalah menciptakan peluang
komunikasi dan dialog antar warga, antar organisasi, melalui tokoh-tokohnya,
baik tokoh agama,tokoh pimpinan organisasi, maupun tokoh masyarakat atau
memfasilitasi adanya pertemuan yang memungkinkan terciptanya silaturrahmi antar
organisasi dan sesama warganya.
Berbagai gagasan keagamaan
terbuka dikembangkan jika pemeluk agama atau penganut suatu paham keagamaan
bias bebas dari pemberhalaan identitas keagamaannya. Kesalahpahaman yang sering
terjadi di kalangan penganut agama atau pengikut organisasi keagamaan seperti
NU, NW, lebih disebabkan oleh perbedaan kepentingan dan identitas warga dari
kedua organisasi tersebut, bukan oleh keyakinan teologis yang sama-sama sunni.
Artikulasi atau pengungkapan kepentingan setiap anggota masyarakat yang empirik
akan dipengaruhi oleh konseptualisasi nilai kebenaran dan kebaikan yang sesuai
akar sosial budaya masing-masing organisasi. Formula kepentingan itu seringkali
diperkuat, dilegitimasi dan disimbolisasi oleh identitas ke-NU-an dan ke-NW-an.[10] Hubungan
NU-NW menjadi rumit ketika mayoritas warga dari kedua gerakan ini menjadikan
organisasi sebagai identitas diri, bukan sebagai wahana. Bukan kepentingan dan
nilai etika Islam universal yang didahulukan, tetapi kepentingan organisasi
yang mudah dimanipulasi atas nama kelompok tidak memiliki identitas, kedua
gerakan itu lebih mudah bekerjasama secara mutual-simbiosis, dan akan segera
bubar ketika keduanya mulai menampakkan identitas mereka masing-masing.
Persoalan ini menjadi lebih kompleks ketika semua tradisi dan wilayah kehidupan
social atau ritual telah dipetakan ke dalam identitas NU atau NW.
Asal usul Nahdlatul Wathan
dapat dilacak dari catatan sejarah pendiriannya. Nama ini pertama muncul
sebagai proses bargaining (tawar menawar) antara nama Nahdlat al-Din
al-Islam li al-Wathan atau Nahdlat al-Islam li al-Wathan dengan Nahdlatul
Wathan. Dua nama yang disebut pertama diusulkan oleh gurunya, Syeikh Hasan
Muhammad al-Masysyath. Sementara nama Nahdlatul Wathan merupakan hasil ijtihad
TGH.M.Zainuddin berdasarkan background sosio-historis masyarakat pulau
Lombok pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.[11]
1. Pergerakan
Sosial-keagamaan Pra-Kemerdekaan RI (1936-1945)
Membuka pesantren
al-Mujahidin, 1934 M, pesantren al-Mujahidin awalnya adalah sebuah musalla yang
didirikan oleh ayahnya, Tuan Guru Haji Abdul Madjid sebelum ia pulang ke
Lombok. Sedianya mushalla ini akan dijadikan sebagai tempat mengajarkan agama
seperti layaknya tuan guru-tuan guru pada umumnya saat itu.
Gerakan Perjuangan
Kemerdekaan Gerakan al-Mujahidin.
Mendirikan Madrasah Nahdlatul
Wathan Diniyyah Islamiyyah (NWDI) 17 Agustus 1936 M Izin dari Pemerintah
Belanda, pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 M/22 Agustus 1937 M (NWDI)
diresmikan.
Mendirikan Madrasah Nahdlatul
Banat Diniyyah Islamiyyah (NBDI) 15 Rabi’ul Akhir 1362 H/ 21 April 1943 M.
Pergerakan keagamaan NWDI
menyebar ke seluruh wilayah Lombok sehingga dalam rentang waktu 1937-1945 telah
berdiri sembilan buah cabang madrasah
NWDI.[12]
Gerakan
dua madrasah tersebut membuktikan bahwa pergerakan tanah air dimulai dari
pengkaderan di madrasah yang diorientasikan menjadi anjum nahdlatul wathan,
bintang-bintang pejung Nahdltul Wathan dan hasil dari kaderisasi tersebut
terbukti dengan menyebarnya para alumni di seluruh pelosok desa yang kemudian
bergerak di wilayah masing-masing sesuai dengan bakat dan kemampuan mereka.
Sehingga dalam waktu yang relatif singkat madarasah NWDI-NBDI tersebar di
mana-mana.
2. Pergerakan Sosial-keagamaan
Revolusi Kemerdekaan (1945-1949)
Perjalanan NWDI-NBDI dalam
perjuangan mempertahankan eksistensi diri sebagai lembaga yang bergerak dalam
bidang sosial keagamaan sangatlah berat, di mana penjajahan Belanda belum
mengakui kemerdekaan Indonesia, maka konsekuensinya adalah seluruh kekuatan dan
potensi yang dimiliki oleh anak bangsa dipertaruhkan untuk membela kemerdekaan
Republik Indonesia. Dalam konteks ini NWDI-NBDI dan seluruh jajarannya
mengambil bagian untuk membela tanah air dan membela jati diri bangsa dan agama
dari tangan penjajah.
Sejarah menceritakan bagaimana
para murid-murid awal NWDI berjuang mati-matian membela tanah air demi
mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan tebusan jiwa dan raga.
Pendiri NBDI-NWDI dan NW tampil kepermukaan untuk memimpin pertempuran melawan
penjajahan yang ingin mempertahankan jajahannya di bumi pertiwi, sehingga
tebusan untuk membela negara tersebut, adik kandung TGH.M.Zainuddin AM menjadi
saksi atas perjuangan mereka dalam konteks mempertahankan kemerdekaan, para
syuhada’ yang merupakan penerus dan pelanjut NWDI antara lain, TGH. Muhammad
Faishal AM, Sayyid Saleh dan Abdullah, menjadi saksi sejarah betapa berat dan
kerasnya perjuangan Pendiri NWDI, NBDI dan NW mempertahankan kedaulatan RI dari
tangan penjajah.
3. Pergerakan
Sosial-keagamaan di Orde Lama (1949-1965).
NW sebagai sebuah organisasi
Islam yang lahir di Bumi Selaparang, membuktikan dirinya sebagai organisasi
yang tetap konsistent dalam prinsip dan responsif terhadap perkembangan zaman,
maka NW selalu dapat menyesuaikan diri dengan era di mana NW itu berada.
Keberadaan NW di Orde Baru, jelas terjadi pasang surut atau terjadi dinamika di
dalamnya, tapi secara umum NW tetap eksis mempertahankan dirinya sebagai
organisasi yang bergerak dalam ranah pendidikan, sosial dan dakwah, meskipun
era orde lama, stabilitas politik dalam negeri masih kurang kondusif, tapi peluang itu bisa
ditangkap oleh Pendiri NW ini untuk memanfaatkan sebaik mungkin guna mempertahankan
eksistensi NW dan berikut perjuangannya dalam bidang sosial keagamaan.
Tidak sedikit keberhasilan
yang diraih oleh NW pada era ini dalam hal memajukan pendidikan,
mensejahterakan rakyat melalui lembaga-lembaga sosial yang dibina oleh NW.
4. Pergerakan
Sosial-Keagamaan di Orde Baru (1966-1998)
Peralihan orde lama ke orde
baru sangat memberikan corak terhadap pergerakan organisasi Nahdlatul Wathan.
Dengan bertambah usianya NW secara tidak lansung lebih matang dalam mengembang
amanat umat dan lebih siap untuk berkonpetisi dengan organisasi-organisasi yang
lain. Era Orde Baru bagi NW dapat dikatakan sebagai era yang paling banyak
melahirkan lembaga-lembaga pendidikan, sosial, dakwah dan budaya, karena memang
orde baru secara priodenisasi sangat lama sekitar 32 tahun. Yang pasti di era
ini NW telah banyak memberikan sumbangan pembangunan untuk NTB dalam segala
bidang, baik bidang pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan,
pariwisata,dll.
5. Pergerakan
Sosial-Keagamaan di Era Reformasi (1998-sekarang)
Kiprah
NW tidak berhenti dengan meninggalnya pendiri NWDI,NBDI dan NW pada tahun 1997 M, tapi justru lebih
berkembang karena dilanjutkan perjuangannya oleh para penerus-penerus beliau.
Memang terjadi dualisme kepemimpinan di tubuh Organisasi ini, tapi jangan lihat
aspek itu sebagai suatu yang negatif semata, tapi ada nilai kompetisi di
dalamnya sehingga masing-masing berjuang dan berusaha keras untuk membangun NTB
ini sesuai dengan bidang dan bakat keahlian masing-masing.
Dalam aspek Sosial-keagamaan, jelas
terjadi gesekan-gesekan yang kurang kondusif
di kalangan masyarakat, tapi seiring dengan perkembangan zaman
lambat-laun kondisi tersebut sudah membaik dengan timbulnya kesadaran dari
setiap warga NW dalam memilih afiliasi organisasinya.
Tapi
yang pasti adalah, NW dalam dualisme kepemimpinan ini mampu memberikan warna
terhadap perkembangan pendidikan,
sosial, politik, ekonomi, budaya di NTB ini, apalagi NW ini bersatu kembali
takkan lebih besar andilnya dari sebelum-belumnya guna kemajuan dan pengembangan
NTB menuju NTB Bersaing.
Nahdlatul Wathan memiliki
peran penting di dalam mendorong terjadinya perubahan keagamaan masyarakat
Islam, dari Islam Sinkretis seperti Wetu telu menuju Islam Paripurna (Islam
Kaffah). Hal ini NW menempuh tiga mekanisme dakwah untuk bisa merubah
pemahaman dan praktek keberagamaan masyarakat Islam NTB:
Pertama, Melalui Pendidikan
Kemadrasahan dan Gerakan Kemasjidan
Gelar
yang melekat pada pendiri NW dengan sebutan Abu al-Mâdaris wa al-Masâjid, Menunjukkan
bahwa peran TGH.Muhammad Zainuddin dalam membangun sarana ibadah di
pelosok-pelosok kampung sangat besar. Sebab semangat keberagamaan masyarakat
tidak akan terbina tanpa ada bimbingan dari para tokoh yang mereka jadikan
sebagai panutan. Tercatat dalam agenda kerja TGH. M. Zainuddin bahwa masjid
yang beliau bangun bersama masyarakat lebih dari seribu masjid yang beliau
lansung meletakkan batu pertamanya.[13] Ini artinya organisasi Nahdltul Wathan
telah berkiprah dalam mengembangkan semangat keberagamaan melalui sentral
kegiatan keagamaan dalam sebuah komunitas masyarakat yang lazim disebut masjid,
di mana masjid sebagai icon suatu masyarakat dalam segala riualitas keagamaan
bahkan sosial. [14]
Kedua, pengajaran keagamaan dengan mengadakan
dakwah keliling yang lazim disebut oleh warga NW dengan Majlis dakwah
Hamzanwadi dan majlis ta’lim Nahdlatul Wathan. Majlis Dakwah Hamzanwadi yang
lansung dibawah asuhan TGH M. Zainuddin AM, telah menyebar ke seluruh polosok
Gumi Gora NTB, sehingga tidak sedikit di mana ada majlis dakwah Hamzanwadi di
situ berdiri lembaga pendidikan dari tingkat yang paling dasar bahkan sampai ke
jenjang perguruan tinggi. Sedangkan majlis ta’lim Nahdltul Wathan merupakan
wahana kaderisasi yang dilakukan oleh seluruh abituren atau alumni NW yang
secara keahlian telah mampu mengemban amanat organisasi NW yang secara spesifik
telah dikader lansung oleh pendiri NW TGH.M.Zainuddin AM. Dengan adanya dua
majlis NW ini telah membuktikan dirinya sebagai sebuah organisasi yang sangat
intent membangun sumber daya manusia yang siap membangun NTB khususnya dan
Indonesia secara umum.
Ketiga, Gerakan Penyebaran
Kader-kader NW ke seluruh Pelosok Nusantara.
Kaderisasi yang dilakukan oleh
pendiri NW selama ini sangat efektif dan strategis, sebab kader yang
diorientasikan menjadi Anjumi Nahdlatil Wathan, bintang-bintang pergerakan
tanah air telah banyak berkiprah di pelosok nusantara ini.
Kaderisasi utama yang
dilakukan oleh pendiri NW ini adalah melalui pendidikan, khususnya Pendidikan
yang dibina lansung oleh TGH.Muhammad Zainuddin yaitu Ma’had Darul Qurt’an wa
al-Hadist al-Majidiyyah Assyafiiyyah(MDQH) yang secara khusus mengadopsi sistem
kuliah ala Madrasah as-Shaulatiyah Makkah al-Mukarramah. Dengan sistem ini
dapat melahirkan ratusan alumni yang setiap tahun di lepas oleh Pendiri NW dan
pelanjutnya, untuk disebar ke berbagai daerah. Sehingga dengan sistem ini NW
telah berkembang di Jakarta, Sulawesi, Kalimantan, Pulau Jawa, Jaya Pura, dan
lain-lain. Ini tidak terlepas dari peran alumni Ma’had yang telah dikader oleh
Pendiri NW untuk menyebarkan misi Izzil Islam wa al-Muslimin.
Kesuksesan NW dalam
pembangunan sosial keagamaan di NTB tidak terlepas dari modal sosial (social
capital) yang dimiliki oleh organisasi Nahdlatul Wathan..
Pertama, Norma dasar yang
dimiliki oleh organisasi NW dan warganya yaitu Iman dan Taqwa, yang tercermin
pada pokoknya NW, Pokoknya NW Iman dan Taqwa.
Kedua, adanya hubungan dan
kerjasama yang kuat baik secara internal dengan warga NW, maupun secara
eksternal dengan institusi pemerintah, swasta, lembaga pendidikan, dan lembaga
sosial keagamaan lainnya.
Ketiga, kuatnya rasa
kebersamaan warga Nahdlatul Wathan yang terbentuk secara alamiah melalui ritual
dan kegiatan-kegiatan Nahdlatul Wathan.[15]
Nahdlatul Wathan sebagai
organisasi yang bergerak dalam ranah sosial keagamaan telah memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pembaharuan sistem keagamaan di NTB.
E. NAHDLATUL WATHAN DALAM RANAH
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA (HUMAN RESOURCES DEVELOPMENT) MELALUI GERAKAN PESANTREN
Nahdlatul Wathan adalah sebuah
organisasi yang berorientasi pada bidang pendidikan, sosial, dan dakwah
islamiyah. Inti perjuangannya adalah berupaya mengembangkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Perjuangan ini menjadi sangat strategis, karena pembangunan di
bidang SDM dapat terefleksi dalam bidang-bidang pembangunan lainnya. Artinya,
Kesuksesan di bidang-bidang pembangunan sangat bergantng pada kualitas sumber
daya manusia.[16]
Sebagai gambaran awal peran
NWDI-NBDI yang disebut oleh pendirinya, Dwi Tunggal Pantang Tanggal,[17] dalam mencetak SDM yang kemudian hari
nanti menjadi motor penggerak pembangunan sosial keagamaan di wilayah NTB ini.
Out put dari madrasah NWDI pada priode awal menjadi pelanjut dan pengembang
dari visi, misi dan perjuangan pendiri NWDI-NBDI yang nantinya dua madrasah
tersebut menjadi embrio lahirnya Organisasi Nahdlatul Wathan.
Untuk sekedar menyebut
tokoh-tokoh agama yang telah berkiprah banyak
dalam pembangunan di NTB yang merupakan produk madrasah paling awal di
NTB ini.
Secara priodenisasi dari tahun ketahun, TGKH
M.Zainuddin Abd Majid memberikan peranan penting dalam mencetak tokoh-tokoh
pendiri pondok pesantren di Lombok NTB sebagai berikut:
Murid-murid beliau pada angkatan pertama dari NWDI
tahun 1934-an antara lain TGH. Mu’thi Musthafa pendiri pondok pesantren
al-Mujahidin Manben Lauq Lombok Timur,
Ust Mas’ud Kelayu, Abu Mu’minin, sedangkan angkatan kedua sekitar tahun
1939-1945-an yang terkenal antara lain TGH. Najamudin Ma’mun Pendiri pondok
pesantren Darul Muhajirin Praya, TGH. L. Muhammad Faisal, Pimpinan
Ponpes Manhalul Ulum Praya, di mana secara khusus Tuan Guru Faishal direstui
oleh TGH.Muhammad Zainuddin AM sebagai ketua NU di Lombok, Muhaddits Abdul Haris, Rais, Amrillah, Salim,
Abdurrahman, Nursam, Abdul Samad, kemudian alumni-alumni ini mendirikan
madrasah pertama di Praya, madrasah Nurul Yakin, pada tahun 1943, di mana
pengelolanya dipimpin oleh TGH.Muadz Abdul Halim dan Pembinanya TGH.Najamuddin
Makmun, berikutnya Raden Tuan Sakra Pendiri pondok pesantren Nurul Islam Sakra,
Ust Yusi Muhsin dan angkatan ketiga sekitar tahun 1946-1949-an TGH. Dahmuruddin
Pengasuh ponpes Darunnahdlatain Pancor, TGH. Saleh Yahya Kemudian disusul pada
angkatan berikutnya sekitar 1950-1955 Yaitu Syeikh M Adnan kini menjadi syeikh
di Madrasah al-Shaulatiyyah Makkah al-Mukarramah dan bermukim di sana, TGH. L.M
Faishal Pendiri pondok pesantren Manhal al-Ulum, Praya, dan satu-satunya murid
beliau yang diberi tugas dan amanat untuk menjadi pengurus Nahdlatul Ulama
(NU), sehingga NU masuk ke-Lombok tidak terlepas dari peranan TGKH M Zainiddin
AM, dan TGH. Zainal Abidin Ali, pendiri pondok pesantren Manbaul Bayan Sakra
Lombok Timur.[18]
Adapun murid-murid angkatan kelima sekitar tahun
1955-1960-an terkenal pada era ini adalah TGH. Afifuddin Adnan pendiri pondok
pesantren al-Mukhtariyah Manben, TGH. M.Zainuddin Mansyur, MA. TGH. Zaini
Pademare, TGH. Zainal Abidin Ali Sakra Pendiri ponpes Manbaul Bayan Sakra,
Sedangkan angkatan keenam sekitar tahun 1960-65-an TGH. L. M Yusuf Hasyim,Lc pendiri ponpes Dar al-Nahdhoh NW Korleko Lombok
Timur, TGH. A.Syakaki, Pendiri ponpes Islahul Mu’minin Kapek Lombok Barat,TGH.
M.Salehuddin Ahmad, pendiri ponpes Darusshalihin NW Kalijaga, TGH. Ahmad Muaz,
pendiri ponpes Nurul Yakin Praya, TGH. Juaini Mukhtar pendiri ponpes Nurul
Haramain NW Narmada, TGH. Musthafa
Umar pendiri ponpes al-Aziziyah Kapek Pemenang dan lain-lain.
Peningkatan pengembangan pondok pesantren banyak
yang lahir dari angkatan terakhir priodenisasi pengkaderan TGKH M Zainuddin Abd
Majid dan sekaligus kader-kader ini dijadikan sebagai asisten beliau dalam
banyak kegiatan keagamaan sekaligus sebagai penerus pasca meninggalnya Syeikh
Zainuddin pada tahun 1997 antara lain, TGH. Mustamiudin pendiri ponpes
Suralaga, TGH. Habib Thanthawi, pendiri ponpes Dar al-Habibi NW Bunut Baok
Praya, TGH. Mahmud Yasin, Pendiri ponpes Islahul Ummah NW Lendang Kekah
Mantang, TGH. M.Ruslan Zain An Nahdli pendiri ponpes Darul Kamal NW Kembang
Kerang, Lombok Timur, TGH. M. Zahid Syarif pendiri ponpes Hikmatussyarif NW
Salut Narmada, TGH. Tajuddin Ahmad pendiri ponpes Darunnajihin Bageknyale
Rensing, TGH. L. Anas Hasyri pendiri ponpes Darul Abror NW Gunung Raja’
Rensing, TGH. M.Yusuf Ma’mun pendiri ponpes Birrul Walidain, TGH. M. Helmi
Najamuddin pendiri ponpes Raudlatutthalibin Pao’Motong Masbagik, TGH.
Khaeruddin Ahmad, Lc., pendiri ponpes Unwanul Falah Pao’ Lombok dan ratusan pondok
pesantren yang tersebar di pulau Lombok didirikan oleh alumnus-alumnus pondok
pesantern Darun Nahdlathain NW Pancor di bawah bimbingan TGKH M. Zainuddin Abd
Majid (w. thn 1997 M) dalam usia 102 tahun dalam hitungan Hijriyah dan 98 tahun
dalam hitungan masehi[19]
Rintisan TGKH M.Zainuddin AM dengan orientasi baru, muncul TGH. Musthafa
Khalidi dan TGH.Ibrahim Khalidi, dua bersaudara mendirikan Pondok Pesantren
Al-Islahuddiny Kediri Lombok Barat sekitar Tahun 1940-an, pesantren inilah yang
kemudian mengembangkan sistem kepesantrenan ke arah yang tradisonal menuju
sistem klasikal, seperti yang pertama kali dirintis oleh TGH.M.Zainuddin AM
Pancor Lombok Timur. Pondok pesantren ini merupakan pesantren pertama yang
mengadopsi sistem klasikal dalam pengajarannya di kawasan Lombok Barat, baru
disusul oleh pesantren-pesantren berikutnya.
Ini
artinya, kontribusi organisasi Nahdlatul Wathan di bawah komando TGH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid telah secara lansung memberikan peran yang sangat
penting dalam pembangunan sumber daya manusia NTB yang tidak sedikit dari
alumni-alumni NW telah berkiprah banyak dalam pembangunan bangsa dan negara.
Hal
ini harus dilihat secara objektif bahwa peran TGH.M. Zainuddin AM sebagai motor
penggerak kemajuan dan perkembangan sosial keagamaan di NTB ini.
Gerakan
pondok pesantren dalam mengembangkan semangat sosial keberagamaan di NTB
tercermin dalam banyaknya pondok pesantren NW yang berkiprah bukan saja pada
aspek pendidikan saja tapi bergerak dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya.
Data pondok pesantren yang ada di Lombok NTB dengan komposisi, Pondok Pesantren
di Kota Mataram berjumlah, 22 buah, Lombok Barat, 77 buah, Lombok Tengah 80
buah, Lombok Timur 114 buah.[20] Secara kuantitatif pondok pesantren tersebut berafiliasi ke
organisasi Nahdlatul Wathan. Ini artinya separuh dari lembaga-lembaga pendidikan
dan lembaga sosial keagamaan di NTB didominasi oleh Organisasi NW yang secara
otomatis lembaga tersebut berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan,
sosial dan kemasyarakatan di NTB.
F. NAHDLATUL WATHAN DAN
INOVASI-INOVASI BARU DALAM RANAH
SOSIAL KEAGAMAAN
Ada
slogan yang tidak asing di kalangan pesantren, Al-Muhâfazhah ala al-Qadîm
al-Shâlih wa al-Akhzu bi al-Jadîd al-Ashlah, memeihara dan merajut
tradisi-tradisi yang lama dengan tetap mengadopsi sesuatu yang kontemporer yang
dianggap relevan. Stetement pesantren tersebut direalisasikan oleh organisasi
NW dengan membuat sesuatu yang baru atau suatu yang lama dalam format yang
berbeda. Inovasi-inovasi ini jelas mendapatkan ragam tanggapan dan persepsi
dari kalangan masyarakat, tapi NW tetap mengorbitkan inovasi-inovasi yang
sesuai dengan karakter sosial masyarakat. Di antara inovasi-inovasi tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Semangat Beramal: Melontar Dengan
Uang
Ada tradisi yang dikembangkan oleh pendiri NW TGKH.M.Zaenuddin AM yang
tidak lazim dilakukan oleh tuan guru-tuan guru yang lain yaitu tradisi melontar
dengan uang di saat akan berakhirnya pengajian yang dipimpin lansung oleh
beliau atau oleh wakil. Tradisi ini
substansinya adalah mengajak masyarakat secara sukarela mengeluarkan harta yang
dimilikinya berupa uang dari uang logam 50 rupiah sampai ribuan rupiah. Tradisi
ini bukannya tidak memiliki landasan hukum dalam Islam, sehingga penerapan
melontar ini bisa dikatakan sebagai sunnah hasanah yang pernah dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW di saat mengajak para sahabat untuk menyumbangkan sebagian harta
yang dimilikinya untuk membantu para sahabat dalam medan perjuangan. Para
sahabat yang secara sukarela mengeluarkan harta bendanya, khususnya kaum ibu,
sangat antusias untuk menyumbangkan apa yang dimilikinya disaat nabi menyerukan
untuk berinfaq sadaqah bagi para sahabat yang sedang berjuang.
Landasan pemahaman inilah NW sebagai organisasi kemasyarakatan
mengembangkan tradisi melontar dengan uang yang secara khusus tradisi ini
diterapkan kepada masyarakat kelas bawah. Yang secara esensial hanya dengan
system ini mereka bisa mengeluarkan infaq sadaqah kepada perjuanggan NW yang
mungkin merasa malu untuk mengeluarkan uang yang nominalnya sangat sedikit,
sehingga dengan system melontar diharapkan masyarakat tumbuh semangat untuk
berkorban demi kepentingan umat yang lebih banyak.
2. Semangat Berdoa: Hizib Berjama’ah
Hizib merupakan kumpulan bacaan yang terdiri dari sejumlah ayat, hadits dan
doa-doa. Hizib ini merupakan
kekuatan spiritual khas dan paling otentik dalam tradisi masyarakat Nahdlatul
Wathan. Jarang suatu organisasi kemasyarakatan dan keagamaan memiliki bacaan hizib 'resmi'
seperti halnya NW. tetapi hal ini benar-benar nyata di tubuh Nahdlatul Wathan,
tidak lain berkat sosialisasi yang sangat inten dari pendiri NW sekaligus
perumus hizib sendiri.[21]
Awalnya hizib tersebut merupakan catatan kumpulan doa-doa yang diamalkan
secara pribadi oleh Maulanassyeikh TGKH M Zainuddin Abdul Majid. Kemudian
beliau sebarkan pada rekan-rekannya dan santri-santrinya di lingkungan madrasah
dengan nama ''doa Nahdlatul Wathan'' yaitu pada akhir tahun 1360 H/1941 M,
dengan harapan semoga Allah SWT menjaga kesinambungan madrasah NWDI yang
didirikan. Jadi ada korelasi antara lahirnya doa-doa tersebut dengan permohonan
keselamatan program dakwah lewat jalur pendidikan yang dirintis itu.
Dengan ketulusan pribadi mengamalkan doa-doa tersebut, yang juga diikuti
oleh murid-muridnya di NWDI dan NBDI maka cepat tersiar doa tersebut kelapisan
masyarakat, lebih-lebih setelah berbagai macam ujian dan cobaan pada masa awal
pertumbuhan madrasah tetap tertanggulangi, maka secara otomatis khasiat doa-doa
tersebut makin diyakini oleh masyarakat NW. hingga kemudian setelah lebih dua
dasawarsa menjadi hizib yang tercetak dan lebih mudah bagi siapa saja untuk
membacanya. Kutipan panjang berikut mengisahkan kronologisnya:
Maka sudah
lebih dua puluh tahun lamanya hizib Nahdlatul Wathan mendengung di dunia
madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah di pulau Selaparang (Lombok) ini,
yaitu mulai dari sejak beberapa bulan dari pendaratan tentara Jepang (Nipon) di
pulau Jawa dengan ganasnya yang mengakibatkan Madrasah-madrasah (sekolah agama)
di seluruh kepulauan Indonesia lebih dari enam puluh persen (60%) gulung tikar
atau digulung langsung oleh Jepang atau oleh kaki tangan Jepang (pengkhianatan
nusa bangsa, tanah air dan agama). Setelah berdirinya madrasah Nahdlatul Banat
Diniyah Islamiyah (madrasah kaum hawa) pada 21 April 1943, disusun pula Hizib
Nahdlatul Banat yang didengungkan pagi–sore oleh kaum hawa. Setibanya Jepang di
daratan Lombok, alhamdulillah para pelajar NWDI dan NBDI sudah setia setiap
saat dengan hizib mereka, yang mengandung beberapa ayat Allah, Hadits-hadits
Rasulullah SAW dan beberapa as'ma Allah, maka dengan limpah pertolongan Rabbul
alamin dan dengan berkah-berkah Asror (rahasia-rahasia) kedua hizib
yang diwiridkan (amalkan) pagi-sore itu, kedua Madrasah itu selamat
(terpelihara) dari pada keganasan ancaman Jepang dan ancaman kaki tangan Jepang
sekalipun berkali-kali mereka datang di Pancor (madrasah) bermaksud menutup
(membubarkan) madrasah tersebut, Walakin Yadullah Fauqo aidihim,
selanjutnya selamat pulalah kedunya dari
kekejaman ancaman NICA akibat penyerbuan guru-guru madrasah NWDI serta
beberapa muridnya pada kubu pertahanan NICA di Selong yang membawa bukti sabil
(syahidnya) saudara kandung kami Ustadz Haji Muhammad Faishal Abdul Madjid yang
menjelmakan taman bahagia di Selong.
Pada malam
Jum'at Nisfu Sya'ban tahun 1363 H/1944 M telah kejadian kebakaran umum di
seluruh gubuk Bermi (kampung tempat berdiamnya Nahdlatul Wathan dan Nahdlatul
Banat), alhamdulillah kedua madrasah tersebut serta rumah-rumah pembangunannya
terpelihara sekalipun kampung tersebut menjadi lautan api dan semua rumah-rumah
(bangunan-bangunan) sekitarnya habis menjadi abu. Dzalika fadlullahi
Yu'tihi man yasya' wallhu dzul fadlil
'adzim. Demikian seterusnya pada masa-masa yang lampau selalu kedua umm
al-madâris (Nahdhatul Wathan dan Nahdhatul Banat) ditimpa oleh
bermacam-macam malapetaka, fitnahan dan hasutan, tetapi tuhan Allah tetap
melindungi. Penduduk Pancor sendiri sama mengetahui berbagai macam peristiwa
ajaib yang bersejarah itu kecuali mereka yang buta mata hatinya atau pura-pura
buta tuli bisu (summum bukmun 'umyun), atau memang sengaja ingin
mengabai jalannya perkembangan sejarah kedua madrasah tersebut. Itulah
madrasah Nahdlatul Wathan dan madrasah Nahdlatul Banat beserta hizib Nahdlatul
Wathan dan hizib Nahdlatul Banat, oleh kedua hizib ini sudah tersiar di
sana-sini dengan meluasnya, terutama setelah diresmikan berdirinya organisasi
Nahdhatul Wathan pada hari Ahad 15 Jumadil tsani 1372 H/1 Maret 1952 M, maka
bertambah pesatlah tersiarnya sampai di luar daerah Lombok di mana cabang
Nahdlatul Wathan berdiri.[22]
Tepatnya pada tahun 1962 untuk pertama kalinya Hizib tersebut berhasil
dicetak. Hal ini mengingat banyaknya permintaan khususnya dari keluarga besar
NW untuk lebih mudahnya mengamalkan hizib tersebut.
Tradisi membaca hizib memang merupakan kebiasaan yang banyak dijumpai di
kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah di manapun berada dan berlabel organisasi
keagamaan apapun juga. Hizib-hizib sebenarnya adalah do'a-doa biasa, namun
karena diciptakan oleh ulama terkenal maka menjadi terkenal dan disukai oleh
banyak orang. Dalam kaitan ini hizib yang disusun oleh TGKH.M.Zainuddin AM
adalah karya orisinil beliau, meskipun tentu saja, beliau mengutip banyak doa
dari ulama terdahulu, disebut-sebut merupakan kumpulan doa-doa 70 auliya'. Dapat
diistilahkan beliau meramu kembali dan menyajikannya dalam bentuk baru.
Bacaan hizib dapat dilakukan secara sendiri atau berjama'ah. Apabila
sendiri maka sebelum pada bacaan inti terlebih dahulu membaca fatihah tiga kali
dengan niatnya dan membaca shalawat yang enam, baru membaca hizib dan berdoa.
Adapun jika hizib dibaca secara berjama'ah misalnya pada malam jum'at maka tata
caranya sebagai berikut :
1. Membaca fatihah tiga
kali, dengan niat masing-masing ditujukan kepada: a) Nabi Muhammad SAW, Nabi
yang lain dan seluruh keluarganya berikut para sahabat. b) penyusun hizib
maulanasyeikh Muhammad Zainuddin AM, silsilahnya keatas dan orang yang
mencintainya.c)para auliya',ulama',guru-guru, dan kaum nahdliyyin dan
nahdhliyyat dan muslimin muslimat.
2. Membaca surat Yasin
sekali oleh masing-masing hadirin
3. Membaca shalawat
Nahdlatain, sekurang-kurangnya 10 kali, lalu membaca shalawat lima lainnya
masing-masing sekali, yaitu a) shalat al-Fatih, b) shalat an-Nariyah, c) shalat
al-Thib, d) shalat al-aliyyil Qadri, e) shalat miftahi babi rahmatillah.
4.
Membaca hizib
5.
Membaca qasidah al-munfarijah dst
sampai doa sulthanula auliya' syiekh Abdul Qadir Jaelani, ayudrikuni dhaimun…
6.
Doa penutup. Dari teks yang
dilengkapi tata cara tersebut lebih-lebih lagi karena sosialisasi yang sangat
inten, maka kini tradisi hiziban masyarakat pesantren Nahdlatul Wathan
menjadi sangat meluas.
3. Semangat
Berulang Tahun: Hultah NWDI
Istilah HULTAH dipopulerkan oleh
organisasi NW yang semakna dengan istilah yang dipopulerkan oleh ormas-ormas
Islam lainnya, seperti Milad, Harlah, Dies Natalies, Haul, dll. Kata hultah
sebenarnya diambil dari bahasa Arab, Hâla, Yahûlu, Haûlan, yang berarti
keadaan yang sudah sampai setahun, atau sesuatu yang genap setahun, kemudian
ditambahkan dengan Ta’ mukhatab, menjadi Hulta, yang berarti
engkau merayakan hari yang ke setahun, kemudian ditambahkan Ha’ dhamir,
kata ganti orang pertama tunggal menjadi
Hultahu, diwakafkan menjadi Hultah. Referensi Ha’ itu
ke yaum milad sehingga menjadi
hultah, yang secara umum diartikan engkau merayakan hari kelahirannya.
Istilah HULTAH NWDI pertama kali
dikenal pada ulang tahun NWDI ke-15 pada tahun 1952. awalnya hanya berbentuk
tasyakkuran, yang diisi dengan pengajian singkat dan diakhiri dengan acara makan
bersama (begawe/begibung/-Bahasa Sasak). Dalam perkembangan selanjutnya,
HULTAH NWDI ini dijadikan sebagai acara pengajian tahunan pendirinya dan media
silaturrahmi dan komunikasi antaralumni (abituren) dan jamah Nahdltul Wathan di
seluruh Nusantara serta dihadiri oleh pejabat dari instansi pemerintah, baik
lokal maupun nasional, bahkan juga undangan dari negara-negara sahabat dan
perwakilan badan-badan internasional seperti WHO, UNICEF, dan lain-lain.
Hari ulang tahun atau biasa disebut
oleh masyarakat Nahdhatul Wathan dengan sebutan Hultah. Hultah merupakan hari
ijtima' nasional yang diselenggarakan oleh dewan pengurus Besar Nahdlatul
Wathan yang dieven organizer oleh Pengurus Daerah Lombok Timur, dimana hari
ulang tahun ini tetap diselenggarakan tiap tahunnya bertempat di wilayah pulau
Lombok, yang biasanya HULTAH diselenggarakan di pusat pondok pesantren
Nahdlatul Wathan di Lombok Timur. Pada era pendiri organisasi NW TGKH
M.Zaenuddin AM Hultah biasanya diselenggarakan di setiap kabupaten secara
bergantian.
Menurut pemahaman saya, peringatan
Hultah dan istilahnya merupakan inovasi baru bagi organisasi NW dalam membangun
kesadaran dan semangat bersama dalam memperingati nilai-nilai perjuangan yang
telah dirintis dan dikembangkan oleh Pendiri NW, sehingga Hultah menjadi urgen
jika dikemas sesuai dengan tuntutan awal diselenggarakan peringatan tahunan
bagi warga NW, dan ini membuktikan NW memberikan sumbangsih yang tidak sedikit
dalam bidang pengembangan sosial keagamaan di NTB ini.
4. Tradisi Syafa’ah Al-Kubro
Banyak istilah yang dikembangkan oleh
organisasi lain seperti, Istighosah, Ratiban, Zikiran, dan lain-lain. Tradisi
ini sebetulnya telah dikembangkan oleh ulama'-ulama terdahulu, tapi yang
berbeda mungkin masalah istilah yang
dipergunakan. Kalangan masyarakat pesantren NW istilah zikir yang
dilakukan secara berjama'ah di saat pengajian, atau hajatan keluarga yang telah
meninggal dunia, diistilahkan dengan syafa'ah dan istilah ini menurut hemat penulis, menjadi
term sosial yang berkembang di NTB karena dikembangkan oleh NW. dengan
demikian pengembangan sosial keagamaan dalam aspek-aspek tertentu sangat
didonisasi oleh organisasi NW.
Secara etimologi maupun terminology
kata syafa'ah bermakna memberikan pertolongan dengan membacakan
do'a-do'a yang diniatkan kepada apa yang dihajatkan oleh sohib al-hajah
(yang mengundang untuk melakukan kegiatan hajatan). Tradisi syafa'ah ini
terus-menerus dikembangkan oleh warga NW guna disamping menganjurkan jama'ahnya
untuk banyak berzikir secara berjama'ah di samping sebagai ajang silaturrahmi
antar sesama muslim atau dalam sekala besar tradisi syafa'ah dijadikan sebagai
sarana untuk beramal jari'ah bagi kalangan masyarakat NW, khususnya masyarakat pesantrennya.
Adapun prinsip dasar pelaksanaan syafa'ah
atau zikir secara berjama'ah dalam konsep Islam tidak perlu diperdebatkan
kembali cara dan istilah yang digunakan, sebab masing-masing ulama, khususnya
kalangan ulama ahlussunnah wal jama'ah secara ijma' mengatakan bahwa zikir
berjama'ah itu termasuk sunnat yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW. Hanya sanya yang masih
diperdebatkan mengenai tatacara zikir itu sendiri. Kalangan masyarakat
pesantren NW, tradisi syafa'ah dilakukan secara berjama'ah dan suara jahar
(nyaring).
5. Semangat
Emansipatoris: Pendidikan Untuk Kaum Perempuan
Ada
beberapa lembaga yang secara khusus membina dan mendidik kaum perempuan di
Lembaga Nahdlatul Wathan.
Pertama,
Madrasah Nahdlatul Banat Diniyyah Islamiyah, madrasah yang
didirikan pada era penjajahan Jepang, 15 Rabi’ al-Akhir 1362 H/ 21 April 1943.
madrasah inilah, madrasah pertama di NTB yang mencetuskan pendidikan untuk kaum
perempuan yang sebelumnya tidak pernah dirintis oleh para tuan guru-tuan guru
yang lain. Jadi Nahdlatul Wathan dapat dikatakan sebagai pelopor emansipatoris
bagi kaum perempuan yang mensejajarkan antara laki-laki dalam aspek mendapatkan
hak dan kewajiban untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Alumni-alumni
NBDI dapat mendorong terciptanya lembaga-lembaga keperempuanan di tingkat
kabupaten di Lombok, seperti, Madrasah Sullam al-Banat di Sakra,
Madrasah al-Banat di Wanasaba, Madrasah Is’af al-Banat di Perian,
Madrasah Sa’adatul Banat di Praya, Madrasah Tanbih al-Muslimat di
Praya,dll. Ini membuktikan bahwa peranan NBDI yang kemudian dikoordinasikan
dalam Organisasi NW telah memberikan kontribusi nyata dalam mengangkat harkat
martabat perempuan NTB. Kiprah perempuan NTB jelas memberikan nuansa baru dalam
aspek pembangunan sosial keagamaan di tengah komunitas mereka
masing-masing.
Kedua,
Madrasah Muallimat 6 Tahun, yang didirikan pada tahun 1957, madrasah ini
diorientasikan untuk menjadi guru-guru agama di madrasah-madrasah yang
didirikan oleh NW dan pemerintah. Kontribusi nyata dari Madrasah Muallimat ini
adalah lahirnya srikandi-srikandi NW yang siap berjuang melawan kebodohan dan
kesenjangan sosial di tengah masyarakat, dan tidak sedikit dari kader-kader
muslimat NW yang berkiprah dalam segala bidang dan keahlian.
Ketiga,
Ma’had lil Banat, Perguruan Tinggi yang khusus untuk kaum
perempuan yang didirikan oleh TGH.Muhammad Zainuddin pada tahun 1974 M. Lembaga
ini merupakan lembaga yang secara kurikulum mengacu pada kurikulum Madrasah
as-Saulatiyyah Makkah di mana TGH.M.Zainuddin AM dulu menuntut ilmu, sehingga
Ma’had Lil Banat ini lembaga yang secara khusus mengkaji kitab-kitab klasik ala
madrasah Saulatiyyah dengan sistem belajar khalaqoh (duduk bersila), dan
lembaga ini dibentuk dalam tiga tingkatan.
Kiprah
alumni Ma’had Lil Banat ini dalam pembangunan sosial keagamaan di NTB
secara umum telah menyebar ke seluruh pelosok tanah air sembari mengemban amanat
ke-NW-an dan ke-Islam-an. [23]
EPILOG
Sebagai sebuah organisasi, Nahdlatul
Wathan telah mengambil peran yang sangat besar terhadap pengembangan kualitas
ummat di NTB, baik kualitas spiritual, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya,
bahkan politik. Bahkan Nahdltul Wathan tidak hanya menjadi lokomotif bagi
perkembangan ummat, tetapi juga menjadi perekat sosial dalam keragaman
masyarakat NTB khususnya dan masyarakat Indonesia secara nasional.
Kesuksesan NW dalam
pembangunan sosial keagamaan di NTB tidak terlepas dari modal sosial (social
capital) yang dimiliki oleh organisasi Nahdlatul Wathan..
Pertama, Norma dasar yang
dimiliki oleh organisasi NW dan warganya yaitu Iman dan Taqwa, yang tercermin
pada pokoknya NW, Pokoknya NW Iman dan Taqwa.
Kedua, adanya hubungan dan
kerjasama yang kuat baik secara internal dengan warga NW, maupun secara
eksternal dengan institusi pemerintah, swasta, lembaga pendidikan, dan lembaga
sosial keagamaan lainnya.
Ketiga, kuatnya rasa
kebersamaan warga Nahdlatul Wathan yang terbentuk secara alamiah melalui ritual
dan kegiatan-kegiatan Nahdlatul Wathan.
Nahdlatul Wathan sebagai
organisasi yang bergerak dalam ranah sosial keagamaan telah memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pembaharuan sistem keagamaan di NTB.
DAFTAR PUSTAKA
Ritzer
George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (terj), (Jakarta:
CV Rajawali, 1998)
Abd Aziz, Gerakan Islam Kontemporer di
Indonesia,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004) Ahmad Fedyani Saifuddin, Antropologi
Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma, (Jakarta: Kencana
Prenada, 2006)
Ma’shum
Ahmad Abdul Madjid, BA, “Meneladani Kepemimpinan Hamzanwadi”, Makalah
disampaikan pada acara Kongress HIMMAH NW V di Pancor pada tanggal 14 Mei 1994.
Muin
Umar, ed, Penulisan Sejarah Islam di Indonesia dalam Sorotan,
(Yogyakarta: Dua Dimensi, 1985.
Alaidin
Kotto, Pemikiran Politik PERTI Persatuan Tarbiyah Islamiyah 45-70,
(Jakarta: Nimas Multima, 1997.
Hilmi
Muhammadiyah & Sulthan Fathoni, NU: Identitas Islam Indonesia,
(Jakarta: eLSAS, 2004.
Choirul
Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdhlatul Ulama, (Solo: Jatasu Sala,
1985.
Muchit
Muzadi, Mengenal Nahdlatul Ulama, (Jember : Masjid Sunan Kalijaga, 2004.
Nanih
Machendrawaty, et all, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi,
Strategi Sampai Tradisi, (Bandung :
Rosda Karya, 2001).
Burhan
Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi Masyarakat, (Jakarta:
Kencana, 2007).
Abdul
Munir Mulkan, Moral Politik Santri: Agama dan Pembelaan Kaum Tertindas,
(Jakarta: Erlangga, 2003.
Muhammad
Nur, dkk, Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan
Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997, Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 2004, cet. 1.
Abdul
Hayyi Nu'man & Sahafari As'ary, Organisasi Nahdlatul Wathan Di Bidang
Pendidikan, Sosial dan Dakwah Islamiyah, (Pancor: Toko Buku Kita)1984,
cet.1.
John
Ryan Bartholomen, Alif Lam Mim:
Reconciling Islam, Modernity and Tradition in an Indonesian Kampung, 1999,
cet.1.
------------
Alif Lam Mim: Kearifan Masyarakat Sasak, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana,
2001), cet. 1.
Baharuddin,
Nahdltul Wathan dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Genta Press, 2007),
cet. 1.
Fahrurrozi,
Eksistensi Pondok Pesantren di Lombok NTB: Studi Tentang Peranan Pondok
Pesantren Nahdlatul Wathan dalam bidang Pendidikan, Sosial dan Dakwah,
(Jakarta: PPS UIN Jakarta,2004).
------------Eksistensi
Pondok Pesantren di NTB, dalam jurnal Pesantren Studies, (Jakarta: Depag
RI, 2008).
Ahmad
Amir Aziz, Pemikiran Dan Pola Dakwah TGKH. M.Zaenuddin Abdul Majid,
Laporan Penelitian,1999.
Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Hizib
Nahdlatul Wathan wa hizib Nahdlatul Banat, Pancor: Toko Buku Kita,
cet.ke-74
[1]Lihat Ritzer George, Sosiologi Ilmu
Pengetahuan Berparadigma Ganda, (terj), (Jakarta: CV Rajawali,
1998)h.30..lihat kutipannya juga dalam Abd Aziz (Peny.), Gerakan Islam
Kontemporer di Indonesia,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004) h.66.
[2]Konsep organisasi di kalangan para ahli
sosiologi dan antropologi secara umum mengatakan bahwa organisasi pada
prinsipnya memiliki dua dimensi penting, pertama adalah organisasi sosial dan
kedua dikatakan sebagai struktur sosial. Organisasi sosial termasuk di dalamnya
organisasi keagamaan seperti NU, NW, Muhammadiyah, di mana para ahli kerap kali
menyamakan begitu saja kedua konsep ini. Padahal organisasi sosial cendrung
digunakan secara longgar untuk merujuk kepada penjumlahan total
kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam konteks sosial tertentu. Sedangkan
struktur sosial biasanya dipergunakan ntuk merujuk konteks sosial itu sendiri,
atau lebih tepatnya bagi seperangkat
hubungan sosial yang menjalin keterkaitan individu-individu dalam
masyarakat. (lihat, Ahmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer: Suatu
Pengantar Kritis Mengenai Paradigma, (Jakarta: Kencana Prenada, 2006)h. 170
[4]Karel A.Steenbrink membagi sejarah Islam
di Indonesia kepada tiga periode: pertama, sejak masuknya Islam sampai abad ke
-17, kedua, abad pertengahan (awal VOC) sampai abad ke-19, ketiga, abad ke-20
sampai sekarang. Lihat,
Muin Umar, ed, Penulisan Sejarah Islam di Indonesia dalam Sorotan,
(Yogyakarta: Dua Dimensi, 1985),h.155.
[5] Alaidin Kotto, Pemikiran Politik PERTI
Persatuan Tarbiyah Islamiyah 45-70, (Jakarta: Nimas Multima, 1997)h.1
[6]Hilmi Muhammadiyah & Sulthan Fathoni,
NU: Identitas Islam Indonesia, (Jakarta: eLSAS, 2004),h.118, lihat juga Choirul Anam, Pertumbuhan dan
Perkembangan Nahdhlatul Ulama, (Solo: Jatasu Sala, 1985) h.25. lihat juga
buku Muchit Muzadi, Mengenal Nahdlatul Ulama, (Jember : Masjid Sunan
Kalijaga, 2004) h. 15.
[7] Nanih Machendrawaty, et all, Pengembangan
Masyarakat Islam dari Ideologi, Strategi
Sampai Tradisi, (Bandung : Rosda Karya, 2001),h. 91
[8] Nanih Mahendrawaty, Pengembangan…h.92
[9] Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi:
Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2007), h.
270
[10]Secara redaksional ungkapan ini telah lama
dicetuskan oleh Abdul Munir Mulkan dalam bukunya Moral Politik Santri: Agama
dan Pembelaan Kaum Tertindas, (Jakarta: Erlangga, 2003)h. 18, dengan ada
penambahan penjelasan dari penulis dengan memasukkan organisasi Nahdlatul
Wathan yang berbasis masa Islam terbesar di NTB, di mana secara prinsip ada
kesamaan dengan dua organisasi besar di Indonesia yaitu NU
dan Muhammadiyah.
[11] Muhammad Nur, dkk, Visi Kebangsaan
Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2004, cet. 1,
h. 305. lihat juga, Abdul Hayyi Nu'man & Sahafari As'ary, Organisasi
Nahdlatul Wathan Di Bidang Pendidikan, Sosial dan Dakwah Islamiyah, (Pancor
: Toko Buku Kita)1984, cet.1.h.12.
[12]Madrasah al-Sa’adah di Kelayu, 1942,
Madrasah Nurul Yaqin, Praya, 1942 Madrasah Nurul Iman, di Mamben, 1943,
Madrasah Shirat al-Mustaqiem, di Rempung 1943, Madrasah Hidayatul Islam di
Masbagek, 1943 Madrasah Nurul Iman di Sakra, 1944, Madrasah Nurul Wathan di
Mbung Papak, 1944, Madrasah Tarbiyah al-Islam, di Wanasaba, 1944, Madrasah
Fari’iyyah di Pringgasela, 1945. (lihat, Muh. Nur, dkk, Visi…h.189)
[13]John Ryan Bartholomen mengatakan bahwa
bila Lombok dicap sebagai ''sebuah pulau dengan 1000 masjid'' yang
mungkin meremehkan keberadaan sejumlah masjid kecil di pulau
tersebut, pesannya jelas, Lombok sangat terkenal di Indonesia sebagai sebuah
tempat Islam diterima secara serius dan tipe Islam yang dipraktekkan di sana
pada umumnya agak kaku dan bentuknya ortodoks bila dibandingkan dengan
kebanyakan daerah lain di negara ini. Lengkapnya baca, John Ryan Bartholomen, Alif Lam Mim: Reconciling Islam, Modernity and
Tradition in an Indonesian Kampung, 1999, cet.1. dalam edisi bahasa
Indonesianya; Alif Lam Mim: Kearifan Masyarakat Sasak, (Yogyakarta: PT
Tiara Wacana, 2001), cet. 1, h. 86.
[14]Dalam data 2005 Kanwil Depag NTB, Lombok
Barat dengan jumlah masjid 829, Lombok Tengah
1.229 masjid, Lombok Timur, 1.574
masjid, Kota Mataram 225 masjid.
[16]Perkembangan pesantren mengalami perubahan
sistem pada era 1930-an perubahan sistem pesantren mulai dirintis pertama kali
oleh tokoh kharismatik TGKH M.Zainuddin Abdul Majid, yang mendirikan pesantren
Darul Mujahidin tahun 1934 M. namun setelah penduduk Jepang, pesantren tersebut dibubarkan oleh penjajah
Jepang. Meskipun secara formal pesantren tersebut telah dibubarkan tapi dalam
aplikasi dan penerapan pengajaran tetap dilaksanakan oleh TGKH. Zainuddin Abdul
Majid, sehingga selang beberapa tahun TGKH. Zainuddin Abdul Majid mendirikan
madrasah yang bernama Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) 15
Jumadil Akhir 1356 H bertepatan dengan 22 Agustus 1935 M khusus untuk putra dan Madrasah Nahdlatul
Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) 15 Rabiul Akhir 1364 H bertepatan dengan 21
April 1943 M khusus untuk putri dan inilah madrasah pertama di daerah Lombok yang menggunakan pengajaran sistem
klasikal.[16] Dari dua
madrasah inilah sebagai embrio berdirinya organisasi masyarakat terbesar
di NTB yang bernama organisasi Nahdlatul Wathan (NW) pada tanggal 15 Jumadil
Akhir 1372 M bertepatan dengan 1 Maret 1953 M dan sekaligus memiliki cabang
diseluruh daerah Lombok dan untuk mengkoordinasi pendidikan di lingkungan
organisasi didirikan pesantren Darunnahdlatain NW Pancor.
[17]Istilah ini dipopulerkan oleh Maulana
Syeikh Muhammad Zainuddin untuk menjelaskan bahwa eksistensi dua madrasah ini
akan tetap berjaya dalam situasi dan kondisi bagaimanapun. Istilah ini
mencerminkan komitmet yang kuat bagi pendirinya untuk tetap berjuang membela
prinsip yang menjadi acuan dalam berjuang mengembangkan amanat agama melalui
pendidikan madrasi yang awal mulanya mengalami tekanan dan rintangan dari
segala penjuru, namun prinsip yang beliau pegang teguh adalah dua madrasah ini
menyatu dalam satu prinsip yang tak akan bisa pudar dan hancur.
[18] Lihat, Fahrurrozi, Eksistensi Pondok
Pesantren di Lombok NTB: Studi Tentang Peranan Pondok Pesantren Nahdlatul
Wathan dalam bidang Pendidikan, Sosial dan Dakwah, (Jakarta: PPS UIN
Jakarta,2004), h. 189, (Tesis tidak dipublikasikan), Lihat juga, Eksistensi
Pondok Pesantren di NTB, dalam jurnal Pesantren Studies, (Jakarta: Depag
RI, 2008), h. 34
[19]Fahrurrozi, Eksistens... h. 189,
Lihat juga, Eksistensi Pondok....h. 35.
[21] Ahmad Amir Aziz, Pemikiran Dan Pola
Dakwah TGKH. M.Zaenuddin Abdul Majid, Laporan Penelitian,1999, h.86.
[22]Teks aslinya tertulis dengan huruf Melayu Arab. Lihat Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Hizib
Nahdlatul Wathan wa hizib Nahdlatul Banat, Pancor: Toko Buku Kita,
cet.ke-74, tt, h.35-34. Naskah hizib ini dicetak ulang hampir tiap tahun dan
merupakan teks yang paling banyak beredar di kalangan warga NW.
[23] Semangat
Perjuangan: eksplorasi prinsip-prinsip
perjuangan TGH.Zainuddin dalam gubahan syairnya. Semangat kebangsaan.
semangat kebangsaan TGH. Muhammad Zainuddin dalam menakhodai NW tercermin dalam
ungkapan syairnya:
انت يا
فنجور بلادى انت عنوان الكمال الخ
وطنى روحى
فداء لك من كل الضلال
Semangat
primordialisme:
هيا غنوا
نشيدنا يا فتى ساسك باندونسيا بلغ الايام
والليالي نحن اخوان الصفا كلنا على الوفا
نستعد بحزبنا يحي
Semangat kepemudaan:
نحن فتيان العلوم كل يوم لا ننوم
امالنا فوق النجوم جهادنا للمسلمين الخ
0 komentar:
Post a Comment