Fahrurrozi Dahlan
Abstrak
Sejak
awal munculnya Islam, Nabi Muhammad Saw memegang hak prerogatif keagamaan
setelah Allah Swt, terbukti dengan dijadikannya Nabi sebagai tempat rujukan
dari masalah-masalah yang muncul di kalangan sahabat dengan berbagai sabda dan
perbuatannya, yaitu hadits. Dengan begitu, walaupun penulisan dan
pengkodifikasian hadith baru dilakukan jauh dari kehidupan Nabi Muhammad Saw,
bukan berarti autentisitas dan validitas hadits menjadi suatu yang diragukan,
karena ulama belakangan berupaya secara serius dalam melakukan verifikasi,
terbukti dengan banyak karya yang memuat kritik, baik dari segi sanad maupun
matannya sebagai upaya membentengi dari hadits-hadits palsu. al-Hadits tentang
meminta jabatan sesungguhnya memberikan gambaran bahwa orang yang meminta
jabatan secara tidak lansung melegitimasikan dirinya sebagai orang yang
merendahkan martabat dirinya sendiri. Artinya bahwa secara etika, jabatan itu
tidak diminta tapi berdasarkan kompetensi dan kapabilitas yang dimiliki oleh
seseorang. Hadits Nabi tentang meminta jabatan membuktikan bahwa orang yang
layak menjadi pemimpin adalah orang yang tidak meminta jabatan melainkan berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya.