Wednesday, October 24, 2018

SANG PAHLAWAN NASIONAL bagian 2

2) al-Nahdhah al-Ijtimâiyyah [kebangkitan sosial]
Aspek kebangkitan sosial ini, Maulanassyaikh memulainya dari suku beliau sendiri Sasak sebagai perwujudan hadis Nabi (Ibda' binafsik tsumma biman ta'ulu) Mulai dari diri sendiri keluarga dan sukumu sendiri baru ke yang lain).  Kesukuan ini menjadi perhatian serius Maulanassyaikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selama hidupnya. Ini disebabkan oleh beberapa faktor: Pertama, Pulau Lombok merupakan basis inspirasi yang menuntunnya untuk menuntut ilmu dan melakukan dakwah Islamiyah. Fenomena kemasyarakatan dan keberagaman masyarakat yang dilihat dan diamati kemudian mendorongnya berbuat untuk kepentingan masyarakat Pulau Lombok. Kedua, lingkungan terdekat dan terpenting dari obyek dakwahnya adalah masyarakatnya sendiri, yang diatur secara bertahap mulai dari keluarga, kerabat, sanak saudara, saudara dekat, saudara jauh, hingga meluas menjadi masyarakat secara umum. Ketiga, ketika ia hendak memutuskan untuk menetap lebih lama di Saudi Arabia untuk berkhidmat kepada gurunya, ia diperintah langsung pulang ke tanah kelahirannya, karena tempat itu lebih membutuhkannya dibandingkan Saudi Arabia. Ini berarti perhatian terhadap masyarakatnya secara tidak langsung merupakan bentuk dari tanggung jawab moralnya kepada Sang Guru.
Metodologi berpikir Maulanassyaikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid terhadap fenomena Sasak adalah dengan bercermin pada sejarah Sasak itu sendiri. Tergambar ia sangat memahami historisitas Sasak dan tipologi masyarakatnya. Dari telaah inilah kemudian ia merumuskan pemikiran–pemikirannya tentang Sasak. Citra sejarah Sasak, menurutnya adalah sebuah perjalanan sejarah yang menunjukkan pentingnya kedudukan Islam dalam tata kehidupan masyarakat Sasak. Setidaknya dimulai setelah runtuhnya paham animisme maupun antropomorfisme (pengenaan ciri–ciri manusia pada binatang atau benda mati) di kalangan masyarakat Sasak sebagai konsekuensi dari keberhasilan proses Islamisasi. Sehingga tidak pelak lagi, Islam menjadi sangat lekat dalam kehidupan masyarakat Sasak. Sebagai indikator bagaimana konseptualisasi pemikirannya tentang Sasak dapat disimak dari untaian bait–bait syair dalam wasiatnya : Rasyid berkata di satu malam, Lombok serambi Masjid al-Haram, Sejak dibangun bernafas Islam, Oleh putra Sulthanul Iman.  Bahwa di Lombok sebelum ini, Paham animis anutan asli, Sewaktu–waktu didatangi da’i, Akhirnya lahir Sulthan Rinjani (Wasiat Renungan Massa).
3) al-Nahdlah al-Dakwatiyah [kebangkitan dakwah]. 
Secara makro, eksistensi dakwah senantiasa bersentuhan dengan realitas yang mengitarinya. Dalam persepektif historis, pergumulan Islam dengan realitas sosio-kultural menjumpai dua kemungkinan. Pertama, dakwah Islam mampu memberikan out-put (hasil, pengaruh) terhadap lingkungan, dalam arti memberi dasar filosofis, arah, dorongan, dan pedoman bagi perubahan masyarakat sampai terbentuknya realitas sosial baru. Kedua, dakwah Islam dipengaruhi oleh perubahan masyarakat dalam arti eksistensi, corak dan arahnya. Ini berarti bahwa aktualisasi dakwah ditentukan oleh sistem sosio-kultural. Dalam kemungkinan yang kedua ini, sistem dakwah dapat bersifat statis atau ada dinamika dengan kadar hampir tidak berarti bagi perubahan sosio-kultural. (Amrullah Ahmad, 1985: 2)
Nahdatul Wathan dan sinar limanya, membuktikan bahwa cahaya ilmu Nahdhatul Wathan tidak akan pernah sirna, (patah tumbuh hilang berganti), majelis-majelis pengajian dan dakwah yang dikembangkan di organisasi dapat dipetakan menjadi dua kategorisasi: 
Pertama; Majelis Dakwah Hamzanwadi; Majelis dakwah yang lansung didirikan dan dibina oleh Maulanassyeikh TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid. Majelis dakwah ini menyebar ke seantero NTB bahkan ke Luar Daerah. Kurang lebih 65 tahun Maulanassyeikh membina majelis dakwahnya membuktikan bahwa cahaya NW terpancar dari segala penjuru. Mulai dari timur sampai ke barat bahkan di Makkah sana, cahaya NW terus menerus memancarkan cahayanya kepada siapapun. Ini membuktikan bahwa lambang organisasi NW berupa Bintang Bulan bersinar sinar lima, akan terus bercahaya sepanjang masa, melalui majelis-majelis dakwah NW.
Kedua; Majelis Ta’lim Nahdatul Wathan. Kategori majelis ta’lim ini adalah majelis yang dipimpin dan dibina lansung oleh abituren-abituren NW atau Murid-murid Maulanassyeikh yang telah memiliki kapasitas dan kapabilitas. Artinya bahwa majelis yang dibina oleh murid-murid maulanasyeikh di mana dan kapan saja terus menjadi barometer keberhasilan maulanassyeikh mempersiapkan kader-kader pelanjutnya. Saat ini sudah ribuan majelis ta’lim NW yang berkembang di mana-mana, majelis yang berfungsi sebagai wadah penggemblengan ummat, pengkaderan generasi, sekaligus menjadi benteng ketahanan agama dari resistensi dan distorsi. 
Khairiyyah Nahdlatul Wathan dari segi ini sangat besar andilnya dalam mencetak kader-kader pejuang Islam dan pejuang Organisasi NW, di mana melalui majelis-majelis pengajian, tercipta suasana keislaman yang harmonis, terciptanya pemahaman masyarakat terhadap ajaran agamanya, dan sekaligus terwujudnya perubahan sosial bahkan transformasi sosial dari majelis-majelis pengajian NW.           
  Dakwah Nahdlatul Wathan sudah dirasakan oleh Ummat NTB dan Ummat Indonesia, di mana dakwah NW baik secara kultural maupun struktural telah merambah ke semua elemen kehidupan masyarakat, terutama pada ranah pemahaman keagamaan masyarakat yang relatif membaik dari tahun ke tahun. Dengan demikian, Majelis Dakwah maupun Majelis ta’lim Nahdhatul Wathan harus terus eksis dan berjaya di tengah-tengah masyarakat, karena itulah modal sosial yang paling efektif dalam rangka mewujudkan manusia-manusia unggul dan kompetitif. 
Kedua: al-Fikrah al-Wathaniyyah: Pemikiran kebangsaan; Pemikiran ke-Indonesia-an dengan istilah Bilâdy Indunisiyya, Wathâny. Tersebut dalam untaian lagu-lagu karya Maulanassyaikh TGKH. M.Zainuddin Abdul Madjid. Kemudian pemikiran ke-Sasak-an primordialisme kesukuan untuk mempertegas identitas dan asal pijakan peradabannya semisal Anti yâ Fancûr bilâdy,  Ya fata Sasak bi Indonesia.
Coba cermati pemikiran cemerlang Maulanassyaih tentang pemikiran kebangsaan dan pemikiran Islam Nusantara, sebagai mana tercermin dalam ungkapan bait-bait wasiat beliau:  Nahdlatul wathan berjalan terus, Siang dan malam tidak terputus, Meskipun dahsyat gelombang arus, Dalam lindungan ilahi Quddus (Wasiat Renungan Massa, No. 23) Aduh sayang! Nahdlatul Wathan ciptaan ayahda, Ku amanatkan kepada anakda, Dipelihara dan terus dibina, Dan dikembangkan di Nusantara. (Wasiat. No. 39. h. 34) Aduh Sayang! Siarkan Hizib sampai merata, Agar banyaklah pendo'a kita, Mendo'a Negara,  Nusa dan Bangsa, Mendo'a Islam se- Nusantara. (Wasiat. No. 52. h. 83). Aduh sayang! Ayahda tabligh di malam sunyi, Hadapi lautan, makhluk insani, Agar tersebar ajaran ilahi, di Nusantara dan Luar Negeri (Wasiat. No. 218) Aduh sayang! Duplikat Ngampel dan Kalijaga, Berlaku lebih tiga bulan nyata, Memancar sinar di Nusantara, Menghidupkan Iman bersinar Taqwa (Wasiat. No. 203)
Untaian wasiat di atas menunjukkan betapa konsistent dan komitment Maulanassyaikh yang tinggi terhadap gerakan pemikiran, dan pergerakan kebangsaan yang dilandasi dengan semangat organisasi NW yang menjadi lokomotif perjuangan di tengah-tengah dinamika sosial keummatan dan kebangsaan yang mengitarinya saat itu.   
Ketiga: al-Fikrah al-Siyâsiyah, pergolakan politik kebangsaan pemikiran kemerdekaan, pemikiran politik demokrasi Pancasila. Ini terlihat dalam dialektika dinamika politik Maulanassyaikh (1955-1997). 
Coba cermati dengan seksama pemikiran-pemikiran politik kebangsaan dan  politik keummatan maulanassyaikh tertuang secara jelas dalam karya besar beliau Wasiat Renungan Masa, cetakan 1980, sebagai berikut: 
Ajibnya terkadang di partai Islam, Berpura-pura membela Islam, Aktif keliling siang dan malam, Membela diri melupakan Islam (Wasiat. 142. h. 55) Karena kafir tak pantai Bersyukur,  Penuh khulaya’ Hasad Takabbur, Tidak hiraukan teman dan Batur, Semau-maunya berpolitik Catur (Wasiat. No. 152). Janganlah nanda dibikin bubur, Oleh pemain politik catur, Diperalat untuk melawan batur, sehingga Ukhwah hancur dan lebur (Wasiat. No. 152.h.165) Banyak sekali berlidah Madu, Berhati Pahit Bagai Empedu, Berpolitik ”Membelah Bambu”, Tujuannya ummat jangan Bersatu. (Wasiat. No. 166. h.165), Politik satu ditambah satu, Ditambah satu sama dengan satu, Dilancarkan oleh golongan tertentu, Membela Nafsu membela Hantu (Wasiat. 168.h. 62) Kalau Iman seorang tidak di dalam, Politik Juangnya hanya Menghantam Asalkan Dunia dan Fulus digenggam, Tidak perduli Taqwanya Tenggelam (Wasiat. 190.h. 62) Lisan Politik dan Tukang Dongeng,  Pandai memikat jutaan Kepeng, Menawan menteri berumah genteng, ‘SEMET BULU MAU’ BANTENG” (Wasiat. 190. h. 141) Dalam politik bermain curang, Kekiri kanan aktif menendang, Sehingga tak segan membayar hutang,  Dengan NW nya pada seorang (Wasiat no. 53. h. 46) Si keranjingan gila politik, Lupa dirinya kejungking–balik, Iman taqwanya hilang geritik, Na’uzubillah mimma hunalik (Wasiat No. 113. h. 46), Agama bukan sekedar ibadah, Puasa sembahyang di atas sajadah, Tapi agama mencakup aqidah, Mencakup syari’ah mencakup hukumah  (Wasiat No. 78. h. 46)
Konsep politik kebangsaan Maulanassyaikh sangatlah jelas, demi kemashlahatan ummat dan agama. Politik maulanassyaikh adalah gerakan pendidikan politik keummatan, politik berdasarkan kepentingan yang lebih umum, dan kepentingan Islam. Maka tidaklah menjadi soal, pindahnya Maulanassyaikh dari suatu partai ke partai yang lain, taruhlah seperti Dari Masyumi, Parmusi, PPP, dan Golkar merupakan dialektika pemikiran politik Maulanassyaikh yang diikat oleh situasi dan kondisi keummatan dan kebangsaan. Maka sangatlah tidak tepat menyebut sistem politik Maulanassyaikh Pragmatisme- Fungsional, namun sesungguhnya politik Maulanassyaikh merupakan pembelajaran yang sangat berharga bagi Ummat dan khususnya Kader Nahdlatul Wathan. Justru karena kepiawian Maulanassyaikah memainkan ide-ide kebangsaan dan keummatan di pentas nasional, membuktikan diri Maulanssyaikh sebagai sosok  yang sangat kharismatik dan berkontribusi optimal terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa, di saat Bangsa dan Negara membutuhkan pemikiran cerdas dan SMART dari anak bangsa era awal kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Inilah Dokumen sejarah yang tak terbantahkan oleh siapapun tentang kiprah politik kebangsaan  dan politik keummatan Maulanassyaikh di Pentas Nasional.
Coba perhatikan fikrah diniyyah Maulanassyakh, dalam statement-statement inovatif dan produktif, penulis rangkum dalam makna-makna lagu yang disusun beliau, sebagai berikut:
Salah satu ciri khas NW adalah bersenandung lagu patriotisme. Lagu pembangkit semangat yang tidak banyak Tuan Guru yang mempopulerkan dan menjadikan sebagai media pembelajaran dan media dakwah. Terhitung Lebih dari 20-an Karya Maulanassyaikh dalam bentuk sajak dan syair. Satu di antara yang banyak itu adalah Lagu: Hayya Ghanu Nasyidana: Mari Kita Bersenandung. 
Pertama: Lagu Ini diajar lansung oleh Maulanassyaikh kepada murid-murid di Ma'had DQH. Beliau menyebut lagu ini dengan lagu Khalid bin Walid. Lagu penggerak perjuangan. Penulis bisa maknai kenapa beliau menyebut Lagu Ini Lagu Khalid bin Walid. Penyemangat untuk berjuang pantang menyerah.
Kedua: Lagu Ini dipopulerkan pada 4 atau tiga tahun menjelang wafatnya Maulanassyaikh  dan selalu dibaca diakhir pengajian Beliau. Beliau sepontan selesai mengaji lansung bersenandung Hayya Ghanu Nasyidana. Kitapun serentak menyahut dan menyambut senandung Lagu Ini.  Pertanyaannya, fahamkah kita kenapa lagu Ini dipopulerkan di akhir-akhir hayat Beliau, padahal lagu Ini beliau susun  di tahun 1960-an seiring dengan lagu-lagu antiya fancor. Ya man yarumu. Nahdlatul wathan setia. Penulis mencoba menganalisanya dengan pendekatan analitis teks/wacana kritis yang dipadukan dengan pendekatan etis santrisme. 
Ketiga: Hayya Ganuu. panggilan kolektif dan kebersamaan. Maulanassyaikh faham akan pentingnya kerja kolektif dan kebersamaan. Tidak akan sukses sebuah organisasi tanpa kolektivitas. (Jamaah wa jam'iyyah.) Keempat: Nasyiidana: Lagu kita. Lagu untuk kita. Bersenandung bersama, dalam perjuangan suka duka harus ditanggung bersama. Kebahagiaan harus dirasakan oleh semua orang.  Kelima: Yaa Fata Sasak.  Duhai pemuda Sasak. Panggilan komunitas dan panggilan primordialisme sebagai identitas Beliau sebagai orang Sasak yang telah tersibghoh dengan berjuta pengalaman tapi tidak melupakan dari mana asal muasal Beliau berangkat shigga menjadi orang terpandang.  Keenam; Sasak bi Indonesia. Menjelaskan eksistensi pemuda Sasak yang terus berkiprah untuk Indonesia bahkan Nusantara bahkan dunia. Penyebutan Sasak bi Indonesia. Sangat memungkinkan Anak Sasak memimpin Indonesia atau mempertegas komitment entitas dan identitas yang harus mampu bersaing di tengah keterpurukan pemuda Sasak saat itu. 
Ketujuh: Ballighil ayyyama wallayaaliya: pemuda Sasak harus ambil posisi sebagai penyampai misi visi keagamaan dan kebangsaan yang tak kenal siang dan malam. Tak kenal lelah dan menyerah.  Kedelapan: Nahnu Ikhwanusshofa: kita adalah kelompok Ikhwanusshofa. Kelompok cerdik pandai yang intelektual sufistik yang terdidik dan tercerahkan. Penisbahan kita orang Sasak dengan Ikhwanusshofa memberikan arti kita harus berpikir visioner dan konstruktif demi sampainya misi visi Menuju Indonesia yang terdidik. Menggambarkan heriok tokoh-tokoh pemikir guna menjadi panduan dan teladan untukmu Yaa Fata Sasak.  Kesembilan: Kulluna alal wafa. Kita dalam loyalitas yang sama dan dedikasi yang tak ternilai. Loyal dan dedikasi menjadi prasyarat untuk meraih visi misi kejayaan. Tidak ada artinya berorganisasi jika tidak loyal kepada pimpinan organisasi. PB NW namanya. Tak usah terlalu berlebihan untuk menjadi number  One di Indonesia jika kita tidak berada dalam loyalitas [Kulluna Alal Wafa]. Intinya Ini kita harus Wafa atas pimpinan yang terlegalkan secara agama dan negara. Agar mulus kita menuju Yaa Fata Sasak Bi Indonesia. [harapan maulana]. Kesepuluh: Fastaiz bihizbina yahya. Bangkitlah melalui organisasi kita Sehingga kita sukses. Sukses bersama organisasi kita duhai Fata Sasak.  Kesebelas. Lalalala nubaly lalala numaly. Pengikraran dan pengutan komitment untuk tidak pantang menyerah dan tak boleh berhenti berjuang. Keduabelas: man yas'a lil maaly laa yakhsya min Khusuumy. mau sukses ke derajat yang tinggi. Takkan gentar dari cengkraman orang-orang yang dengki. Jika masih dengki. Masih iri masih saling hukumi masih saling hujjat. Yaqinlah tidak kesampaian Maaly untuk Fata Sasak bi Indonesia itu. Subhanallah. Mukasyafah- terawangan Maulanassyaikh terbukti di akhir zaman Ini. Ketigabelas: Indonesia. Lagi-lagi Maulanassyaikh menyebut Indonesia. Ada apa dengan Sasak dan Indonesia?. Anty ramzul ittihaady. Indonesia adalah lambang persatuan dan kesatuan. NKRI adalah harga mati. Maka raihlah Duhai Fata Sasak bi Indonesia! Keempatbelas: Sasak Indonesia. Peneguhan diri bahwa Sasak hanya identitas kesukuanmu, tapi yang terpenting adalah Ilal amam sir laa tubaaly (Maju jangan menyerah dalam meraih cita cita perjuangan). Lakil fidaa Yaa ittihaady. Tebusanku adalah bersatu. Kelimabelas: inilah rahasia kenapa Lagu Ini didengungkan diteriakkan setiap hari oleh Maulanassyaikh agar kita insaf dan sadar akan arti Sasak, Pemuda, Organisasi dan persatuan sesama nahdiyyah -wathaniyah - indonesiyyah wa islamiyah. Inilah perenungan penulia atas Lagu yang penulis ikut berteriak di depan Maulanassyaikh 20 tahun silam. 
Keempat: al-Fikrah al-Diniyyah al-Islamiyyah mencakup aqidah dipilih ahl al-Sunnah wa al-jamâah, teologi Asy'ariyyah dan dimensi syariah dipilih mazhab al-Imam al-Syafii sedangkan Tasawuf dipilih oleh Organisasi Nahdlatul Wathan adalah Junaidal-Baghdady  dan  al-Imam al-Ghazali. Dengan demikian Organisasi Nahdhatul Wathan sesungguhnya bergerak dalam ranah: rabbaniyah, nabawiyyah, insaniyah, ummatiyah, kauniyah, alamiyah yang dikemas dalam bingkai Washatiyah Islam (moderat).
Coba kita dalami model tasawuf yang dikembangkan oleh Maulanassyaikh TGKH.M. Zainuddin Abdul Madjid adalah ajaran tasawwuf yang dikembangkan oleh al-Ghazali dan Junaid al-Bagdadi. Tidak hanya itu, dari do’a yang terdapat dalam Hizib juga beliau menganut tasawuf Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany dan Syaikh Syadzili. Salah satu bukti pengaruh syaikh Abdul Qadir Jailany dalam pribadi Maulanassyaikh TGKH.M. Zainuddin AM yang bukan hanya dalam hal ilmu, adalah adanya salah satu do’a dari Sulthan Al-Auliya’ tersebut yang dibaca dalam hizib Nahdlatul Wathan. Dalam tataran tasawuf khususnya, wilayah Lombok sangat melekat dengan praktek tasawuf yang melepaskan diri dari dimensi syari’at yang sempurna. Mereka banyak berkeyakinan bahwa dalam peribadatan cukup hanya dengan berthariqat saja, karena dengan thariqat tersebut takan dapat mengantarkan mereka kepada kebebasan dalam menjalankan syari’at. Pada dimensi ini juga muncul aliran tasawuf atau thariqat “syetan”(meminjam istilah Maulanassyaikh TGKH.M. Zainuddin AM) yang disebarluaskan oleh seorang yang telah bergelar Tuan Guru dari para pengikutnya. Padahal thariqat yang mu’tabarah diperkosa (dalam bahasa Maulanassyaikh TGKH.M. Zainuddin AM). Diantara praktek sesat yang dilakukan adalah dengan meninggalkan dimensi penting Islam yaitu syari’at seperti shalat lima waktu dan lainnya. Antara syari’at, thariqat dan hakikat, semuanya tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini Maulanassyaikh TGKH.M. Zainuddin AM mengatakan bahwa syari’at itu merupakan uraian, thariqat merupakan pelaksanaan, haqiqat merupakan keadaan, dan ma’rifat merupakan tujuan pokok, yakni pengenalan tuhan. Ia juga menganalogikan syari’at ini sebagai sebuah sampan/perahu, thariqat sebagai lautan, dan haqiqat sebagai mutiara.
Berikut pemikiran keagamaan Maulanassyaikh TGKH.M.Zainuddin AM, tercermin dalam konsep di mana NW menganut mazhab ASWAJA (ahlu Sunnah wal jama’ah) yang memiliki pandangan sendiri terhadap pemimpin, seperti “Al-Zarqani mengutip pendapat Imam Malik dan Jumhur ahli Sunnah  mengatakan bahwa bila seorang pemimpin berbuat zalim terhadap yang  dipimpinnya, maka ketaatan lebih utama dari pada menentangnya. Tindakan  menentang berimplikasi munculnya rasa takut, terjadinya pertumpahan darah,  berkobarnya peperangan dan menyebabkan kerusakan, dalam hal ini dituntun  kesabaran terhadap ketidakadilan dan kefasikan”. Dan juga Al-Mawardi dalam kitab ahkam sulthaniyah-nya jelas mengatakan “Loyalitas rakyat terhadap pemimpin menurut al-Mawardi adalah rakyat wajib mematuhi dan mendukung kebijaksanaan pemimpin jika ia telah menjalankan  kewajibannya dan memenuhi hak rakyat. Jika pemimpin telah menjalankan  hak-hak umat, lalu ia telah menunaikan hak-hak Allah Swt baik yang  berkenaan dengan hak-hak manusia maupun kewajiban yang harus mereka  emban. Saat itu pemimpin mempunyai dua hak atas rakyatnya, yaitu: taat  kepada pemerintahnya dan membantunya dalam menjalankan roda  pemerintahan dengan baik, selama ia tidak berubah sifatnya.”Sikap NW sejalan dengan pemikiran al-Mawardi, karena kitabnya juga menjadikan rujukan yang dipelajari di pesantren-pesantren di bawah naungannya. Akhirnya, NW salah satu organisasi yang memiliki masa besar serta sumber daya manusia yang bagus. NW memiliki posisi yang strategis dalam mengambil peran serta menjaga keutuhan NKRI. dan  NW harus selangkah seayun bersama negara, organisasi lain dalam mendesain Islam yang ramah, santun dan rahmatan lil’alamin. Organisasi Nahdlatul Wathan sebuah Organisasi kemasyarakatan Islam yang mengambil zona geografis di wilayah Nusantara. Maka Islam ala Nahdlatul Wathan adalah perjuangan dan pengumulan dialektika keagamaan dalam wajah Islam Nusantara yang akomodatif terhadap realitas tanah air (al-waqaiyyah al-wathaniyah). Organisasi Nahdlatul Wathan dapat berkembang di Nusantara sedikit banyak dipengaruhi oleh ideologi dan asas organisasi yang dianutnya, yaitu ideologi ahl sunnah wal jamaah berupa anutan fiqih syafi'iiyah dalam syariah, teologi As'ariah dan Maturidiyah dan Ghazali dan Junaidi al-Baghdady dalam anutan sufistik.  

0 komentar:

Post a Comment